Seorang remaja laki-laki berbadan gempal dan tidak terlalu tinggi sedang menyantap kotak bekalnya dengan hikmat. Suara teman-teman kelasnya yang begitu berisik tidak mengganggunya sama sekali. Namanya Jeje.
"Ihh, ada kucing lucu banget. Warnanya hitam legam. Jarang-jarang loh ada kucing warna hitam," pekik salah satu siswi yang berdiri di dekat pintu.
Jeje hanya melirik tingkah Keysa yang memang menyukai kucing lalu kembali fokus kepada makanannya. Lauk hari ini adalah ayam goreng dan tumis kacang dicampur jagung muda. Salah satu lauk yang sangat ia sukai.
Tanpa Jeje sadari sejak tadi kucing hitam itu sudah mengintainya. Kucing itu berontak dari gendongan Keysa dan berlari gesit menuju Jeje yang sedang lengah dan mengambil ayam goreng yang ada di kotak bekal.
"Kucing jahanam! Balikin ayam goreng aku," teriak Jeje seraya mengejar kucing tersebut yang sudah kabur keluar kelas.
"Sudahlah, Je. Ikhlasin aja," ujar Evan.
"Gak bisa! Itu paha ayam kesukaan aku. Gak mau tahu. Kau sama Keysa ikut aku ngejar tuh kucing," protes Jeje tidak terima.
"Loh, kok aku dibawa-bawa sih?" tanya Keysa.
"kau kan penyayang kucing, Key. Jadi mau ya bantuin aku. Please," mohon Jeje.
Keysa tampak berpikir sebentar. Akhirnya ia pasrah fan memilih ikut. "Iya deh. Sesekali bantu temen gak ada salahnya."
"Thank you, Keysaaa," ucap Jeje riang sekali. "Kalau gitu ayo sekarang kita kejar kucingnya."
Jeje dan Keysa lalu berlari mengejar kucing hitam tersebut. Jeje yang sadar Evan tidak mengikuti mereka berdua pun berbalik dan menyeret Evan.
"Kali ini kau harus bantuin aku, Van," kata Jeje tegas. Mau tak mau, karena sudah diseret juga, akhirnya Evan ikut mencari kucing hitam tersebut.
***
Jeje, Evan, dan Keysa berhenti di halaman belakang sekolah. Napas mereka terengah-engah karena sejak tadi terus berlari.
"Key, ketemu jejaknya gak?" tanya Jeje.
"Tadi terakhir aku lihat kucingnya lari ke sekitar sini, Je. Kenapa sekarang gak ada ya?" jawab Keysa.
"Ya enggak ada lah. Dasar bego! Itu kucing larinya pasti lebih dari gesit dari kita," batin Evan mengutuk Keysa. Suka kucing, tapi gak paham sifat alamiah kucing. Gimana sih!
"Eh, itu tuh kucingnya," teriak Keysa sambil menunjuk-nunjuk kucing tersebut.
"Mana?" Jeje celingukan mencari si kucing. "Kucing sialan! Ayam aku tinggal separo," jerit Jeje menangisi ayamnya.
Evan memutar bola mata. "Udahlah, biar dimakan kucing aja. Misalnya bisa dapt ayamnya lagi, emang bakal kau makan?" tanya Evan.
"Ya aku makanlah!"
Evan dan Keysa memandamg jijik ke Jeje. Mereka tidak menyangka mempunyai teman yang jorok seperti Jeje.
"Bener kata Evan. Mending kita balik ke kelas aja, bentar lagi mau ma—" Perkataan Keysa terhenti karena melihat Jeje yang kembali mengejar kucing hitam terserbut.
Keysa menatap datar kepergian Jeje. "Emang deh Jeje gak bisa banget diomongin."
"Kita balik ke kelas aja, Key. Biarin aja Jeje ngejar tu kucing sendirian," ajak Evan.
"Tapi …." Keysa menatap Evan bingung. Ia lalu melihat jam tangannya. Teringat jika nanti ada pelajaran dari guru yang paling ia takuti. "Oke deh."
***
Tanpa sadar Jeje sudah memasuki hutan yang berada di belakang sekolah karena terus mengejar kucing hitam tersebut. Ia berhenti sebentar karena Kecapekkan.
"Aduh, tu kucing larinya cepat banget. Capek juga ngejarnya," keluh Jeje.
Jeje menoleh ke belakang. Melihat Evan dan Keysa yang terus saja menunduk. "Kalian berdua lihat kucingnya enggak?"
Tanpa bersuara keduanya kompak menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Jeje.
Jeje menaruh tangan didagunya. Ia sedang berpikir bagaimana cara agar bisa menangkap kucing hitam itu dengan cepat.
"Gimana kalau kita berpencar aja. Aku ke arah utara, Keysa ke barat, dan Evan ke timur. Kalau udah dapat langsung telepon ya," tutur Jeje lalu segera berjalan menuju utara. Begitu juga dengan Evan dan Keysa lekas berjalan ke arah barat dan timur.
Sudah berjalan cukup jauh tapi Jeje tak kunjung menemukan kucing hitam tersebut. "Ke mana sih tu kucing lari. Bikin pusing aja!"
Jeje seperti Mendengar suara daun kering yang diinjak-injak dari belakang. Ia lalu menoleh ke belakang. Terlihat seorang gadis berambut panjang sedang membelakangi dirinya.
Tengkuk Jeje seketika merinding. Udara di sekitarnya terasa begitu dingin. Tak ada suara apapun bahkan sekedar suara jangkrik.
"Key, kau udah dapatin kucingnya? Sampe ngejar aku ke sini, harusnya kau cukup telepon aja biar aju yang ke tempat kau."
Gadis itu hanya diam. Tak menjawab tidak juga bergerak. Persis Seperti patung.
Jeje perlahan mendekati gadis itu dan menepuk bahunya. "Key, kenapa diam aja?"
Jeje heran karena gadis yang menurutnya Keysa diam aja. "Key."
Gadis itu perlahan memutar lehernya. Menampakkan senyum yang begitu lebar. Wajahnya yang pucat dan mata yang terus mengeluarkan darah membuat tubuh Jeje membeku seketika.
"Se-setan!"
Jeje langsung berlari meninggalkan setan tersebut. Melupakan tujuannya untuk mencari si kucing hitam.
Tamat.
Sintang, 10 April 2020