Selasa, 29 Desember 2020

[Antologi Puisi] Rindu




Sarayu Abu

Oleh Eka Nuur Setiani


Sarayu menerpa kalbu

Memainkan lagu penuh nada pilu

Rupamu menyesatkan segala mindaku


Sarayu menyesakkan dada

Luka lama terbuka kian menganga

Belum usai jiwa dibakar duka


Sarayu menggiring payoda

Menumpahkan tirta, mengusik sukma

Dihantam relungku, dihajar asmara


Sarayu meguar abu

Mejejalkan kenangan kelu

Aku dibolak balikkan rindu


Lamongan, 24 Desember 2020


Rintik Rindu

Oleh Syefi Dwiruhil M. 


Terdengar sayu kian merdu 

Mencoba berbisik dalam desis

Hingga hati terasa pilu akan rasa yang menggebu 


Pada payoda kau titipkan

Tentang rasa rindumu padaku 

Sebuah rasa yang tak mungkin terucap dari daun bibirmu 


Awan tak berkhianat padamu

Tentang rindumu yang kau titipkan padanya 

Sore tadi, saat senja mulai menyingsing 


Awan datang padaku menjumpaiku dalam sayu

Ia sampaikan rindumu padaku lewat rintik yang syahdu

Yang kunikmati bersama serayu  


Padang, 24 Desember 2020



Semesta

Oleh Lia Nisrina 


Riuh ombak bersorak-sorai

Menyemarakkan suasana pantai

Hingga atma pun menemukan damai


Sarayu senja menyentuh mesra

Sebuah senyuman indah muncul memberi makna

Betapa hebat setiap ciptaan-Nya


Payoda ikut hadir mewarnai semesta

Pun pelangi mendampingi dengan setia

Mengambil peran dalam buana


Seluruh tinta tak kan mampu mencukupi

Untuk mengurai kekuasaan yang Allah miliki

Jadi, mari kita jaga alam ini agar selalu nampak lestari


Aceh, 24 Desember 2020

[Antologi Puisi] Ibu



Teruntuk Malaikatku, Ibu

Oleh Kelompok E


Banyak syair ingin terujar

Seperti icipan juga decakan lidah

Peluh dan omelan itu ...

Aku menginginkannya lebih dari apapun


Ketika syair itu akan terucap

Air mata mengalir deras

Mengingat pengorbanannya yang tak terbanding

Melihat wajah yang kian keriput


Ibu, maaf

Kala sayapmu satu per satu patah

Putrimu ini belum sepenuhnya memapah

Merangkulmu ditengah lelah


Mantra-mantra yang kau ajak berdendang

Menemani malamku yang kian petang

Dibawah hamparan selimut dan selendang

Direngkuhnya ragaku penuh sayang


Seberapa pun sakitnya kau tetep ikhlas merawat kami

Tanpa ada rasa lelah kau layani kami dengan sepenuh hati

Kau berikan semua apa yang kami butuhkan

Terimakasih telah memberikan kami cinta kasih tulusmu tanpa putus


Kamar maya, 22 Desember 2020

______

Marzuqotun Najiyah

Adelia Jufri

Ana syahrir

Fitri ulfia

Laila

Eka nuur setiani



Sayap Belikatku

Oleh Kelompok F 

 

Bagai sinar tatkala dunia terasa gelap

Menghapus sedih yang kadang gemerlap

Hingga sering kurindu dalam dekap

Kadang hanya terasa sekejap


Matahari yang selalu Sinari hari

Hingga sering tanpanya aku merasa sendiri

Senyumnya selalu menyejukkan hati

Yang tak pernah lelah menyemangati


Tak peduli meski petir menyambar

ia tetap selalu berusaha sabar

Tak peduli tubuhnya sudah gemetar

Ia tetap mengetuk warga sekitar


Derita siang malam sungguh tak jemu

Secercah cacian kadang hinaan

Sampai air mata tumpah membisu

Perjuanganmu sungguh menawan


Tiada henti memang

Memikul beban yang tak terkira 

Namun seakan tak dirasanya

Sungguh wanita hebat yang tiada duanya 


Tuhan, aku menyayanginya

Semua usaha kulakukan untuk mengukir senyum indah di bibirnya

Sebab bahagianya adalah bahagiaku

Sedihnya adalah sedihku


Berilah ia bahagia yang tak datang tuk berlalu

Wujudkan inginnya yang kini masih semu

Jangan biarkan ia terperangkap dalam kelabu

Karena ia teramat berharga bagiku 


Nusantara, 22 Desember 2020

——————

1. @⁨Henny⁩ 

2. @⁨Syifa PI⁩ 

3. @⁨Noviyanti PI⁩ 

4. @⁨Rid PI⁩ 

5. @⁨Diantiwikke PI⁩ 

6. @⁨Rinam⁩




Ciptaan Terindah

Oleh Kelompok C


Sosok yang tak pernah pudar akan cahaya kasih yang berseri

Ciptaan terindah dari-Nya dalam dunia yang fana ini

Pintu rahmat yang Allah kirim tuk menggapai kebahagiaan sejati

Tak terhingga, kekal abadi


Penerang dalam lorong kegelapan 

Selalu menjadi tempat ternyaman

Memelukku dalam setiap kesulitan

Memberikan seluruh cinta dalam setiap jejak kehidupan


Lelahmu kian menantang

Saat usiaku makin menjulang

Sedang abdiku belum sepenuhnya tertuang

Untuk jasamu yang tak pernah hilang


Pun senyumanmu membahagiakan semesta

Bunga bermekaran bersuka ria

Bintang bersinar dalam angkasa

Menatap takjub insan mulia


Cintamu seluas samudera

Kasihmu sepanjang masa

Tawamu memberi warna

Hingga dunia terasa surga


Andai saja kupersembahkan 

Rumah mewah serta uang miliaran

Emas permata yang berkilauan

Tak kan mampu menghapus segala pengorbanan


Terimakasih

Untuk setiap detik-detik penuh bahagia

Hanya doa yang mampu kubalas walau tak seberapa

Atas seluruh ketulusanmu, semoga firdaus-Nya menjadi kesudahan takdir ibu tercinta


Tanah Garuda, 22 Desember 2020



Minggu, 20 Desember 2020

[Antologi Puisi] Mercusuar



Arah Pemandu Perjalanan

Oleh: Kelompok A


Angin yang begitu keras

Mengarah ke satu tempat

Deras nya ombak silih berganti

Berguncang hingga ke tepian


Pemandu arah terus berputar

Mengintari ke seluruh penjuru

Cahaya yang begitu terang

Menerangi setiap perjalanan


Nahkoda kapal terus berlayar

Dermaga menjadi akhir tujuan

Orang ramai di sisi daratan

Menunggu barang hingga sampai


Waktu terus berjalan hingga akhir

Kilauan cahaya mulai terbenam

Angin senja selalu menemani

Di setiap gerak aktivitasnya


Pun mercusuar kokoh di tepi pantai

Tak gentar meski ombak menerjang

Tetap bersinar menunjuk jalan

Bagi mereka nan tersesat ditengah lautan


Bebatuan ombak berselancar

Mercusuar kokoh 

Dari rembulan sampai hadirnya fajar

Sang pemberi arah dalam kegelapan


Kuyakini ada satu titik cahaya terang disana

Berjalan menyusuri

Tapi entah hendak kemana

Keringat menetes membasahi pipinya


Bumi Pertiwi, 15 Desember 2020

Anggota:

1. Prakas Dwi Saputra

2. Dessy Kurniawati

3. Rosmalina

4. Syifa Restania Putri 



Mengeja Asa

Oleh: Kelompok B


Gelombang lautan kian berkejaran

Berdesir menerpa batu karang

Memecah suasana dari kejauhan

Mercusuar menjadi saksi bisu


Tinggi menjulang menggapai langit

Teguh kukuh memandang samudera

Bagai arahan penunjuk jalan

Ke mana atma akan bertepi


Kisah berkasih bagai mercusuar

Berseru cahaya saat tiba malam hari

Menjadi navigasi kala tersesat gusar

Pun kadang memeluk dinginnya badai


Pasrah bukan berarti menyerah

Meski tiada henti dihantam badai

Sempat berpikir berhenti menjadi kuat

Namun tekad kembali membakar semangat


Desir ombak kian menderu

Berdiri di tepian pantai nan gigih

Luka kian menyerbu hingga ke hulu

Melihat banyak hal hingga tertatih


Gemetar di tengah ombak nan desir

Teringat banyak kisah yang terukir

Di balik tingginya mercusuar

hadapi semuanya dengan gentar


Aku hanyalah sebatang sampan

Menari-nari di tengah lautan

Mencari-cari garis cahaya tuan

Mengeja ke mana arah tujuan


Ruang Maya, 15 Desember 2020


Anggota Kelompok B :

1. Ahlul Aqdi

2. Noviyanti

3. Siti Azizah

4. Leon Dwi Putra

5. Rina Mutiara

6. Ana Syahrir



Sajak Menara Suar

Oleh Kelompok C


Menara suar menyikap memoar

Horizon nan indah terhampar

Senja di pantai hampir padam

Langit hampir malam


Menara suar, 

Menari di bawah senja pudar

Menjadi saksi nelayan yang kelelahan

Menjadi penonton setia ombak yang berkejaran


Perahu perahu nelayan

Nelayan menebar jala

Pedagang pedagang ikan

Kehidupan pesisir dibayangi senja


Keringatnya bertetesan

Mengkilat tertimpa semburat jingga

Pada hari itu,

Tak ada satu alasan kecuali keluarga


Senyum iklas membuatmu bahagia

Dіiringi perahu papan

Membelah laut menuju harapan

Dеmі mendapat sekeranjang harta amis уаng ѕаngаt berharga


Akankah semua terbayar

Lelah letih dimakan oleh masa

Berharap pada sebuah penghidupan

Untuk memenuhi seluruh impian


Menara suar, bersama sajakku di senja yang hapir larut

Kamu mengerti betapa semangatnya tak pernah surut

Semoga apa apa yang telah ia perjuangkan di tengah laut

Membawa bahagia untuk keluarga yang menanti hingga malam larut


Ruang maya, 15 Desember 2020


Anggota yang mengerjakan:

• Az Zahra Firdaus Syachputri

• Herly

• Fitri Ulfia


[Antologi Fiksi Mini] Horor


Ayah

Oleh: Rosmalina


"Ah, akhirnya sampai juga" ucapku sembari membuka pintu. Aku lihat ayah tersenyum ke arahku, rasanya lelah hilang kala ia mendekapku. Seperti biasa, ayah menungguku sembari menonton tv. Namun kali ini tak ada gambar yang terlihat disana, hanya gelap tak berwarna. Kemudian, aku menoleh ke ayahku. "Ayah tidak menonton?" tanyaku lembut. Dia hanya tersenyum, menunjuk ke arah kamar tempatnya tertidur. Aku langsung berlari, berpikir ada kejutan indah untukku. Dan yah, ketika pintu itu terbuka. Air mata mengalir deras di pipiku, bukan ini inginku. Melihat ayah di lantai berbaring kaku.



Karma Bolos Sekolah

Oleh: Leon Dwi Putra


Rabu pagi saat berangkat sekolah aku, kakak dan Asep anak tetangga.

Namaku Leon dwi putra, Kakakku Fitra tirtana.

Jam 6 pagi kami berpamitan, kakak menyuruhku duluan. Sesampainya di sekolah, aku tak melihat kakak dan asep.

Sepulang sekolah jam 11:30 siang saat matahari sedang berada diatas kepala. 

Aku dan Fahmi (teman) pulang melewati kebun coklat. Terdengar seperti suara kakak dan asep memanggil namaku. "Yon, yon, yon", dengar telingaku.

Aku tak berani mendatangi karena pada masa itu sedang ramai-ramainya penculikan.

Sesampainya dirumah, ayah bertanya: "Aa mana yon?", jawabku "Di sekolah tadi gak ada yah, asep juga gak ada".

"Pasti bolos lagi, yasudah masuk sana" ucap ayah.

Selang dua hari kakak gak pulang, lalu terdengar teriakan Ustadz Yadi yang kala itu selesai sholat tahajjud, sekitar pukul 01:30, Ustadz menemukan kakak dan asep yang tertidur dibawah pohon bambu dekat pemakaman umum. 

Pak yadi pun bertanya pada kakak dan asep, "kalian ngapain tidur di sini", jawab kakak "Tadi saya naik kereta api, semua penumpang dan penjual menunduk, saya tanya tidak ada yang menjawab dengan muka rata tanpa hidung dan mata, lalu saya turun di stasiun manggarai, bertemu seorang nenek dan dibawa masuk kedalam rumah yang begitu besar, entah kenapa ketika ustadz membangunkan saya, saya kok ada di pohon bambu, saya bingung tadz."

"Kamu sudah makan dan minum?" tanya pak yadi. Kakak menjawab, "Sudah tadz, tadi makan mie sama sirup merah di rumah nenek itu.". Lalu pak yadi mengucap Istigfar dan mendo'akan, kata pak yadi "Apa kamu tahu? yang kamu maksud mie itu adalah cacing, dan sirup merah adalah darah", Kakak pun kebingungan. Lalu pak yadi memberi minum pada kakak. Setelah itu, kakak dan asep diantar pulang kerumah.



Pulang

Oleh: Fairuz Azhar Hibatullah


Aku sedang mengerjakan tugas kuliah di kamarku. Tiba-tiba televisi ruang tengah menyala. Aku pergi ke ruang tengah, ternyata mereka sudah pulang, Ayah, Ibu, dan dua adikku.

Aku mengobrol sebentar dengan mereka di ruang tengah tentang perjalanan tadi. Rasanya menyesal aku tidak ikut mereka. Aku pun kembali ke kamarku melanjutkan pekerjaan kuliah.

Setiba di kamar, ada panggilan masuk dari bibiku. Ketika aku angkat, dengan suara tangis dia mengatakan,

“Nak yang sabar, ya. Ayah, Ibu, dan dua adikmu tewas akibat kecelakaan. Sekarang bibi sedang di rumah sakit.”

Suara televisi pun mati seketika.

Minggu, 13 Desember 2020

[Antologi Puisi] Luka






Hampir Menyerah

Oleh: Ananda Mella


Kegelapan begitu pekat menyelimuti malam ini.

Kesepian begitu erat memeluk hati ini.

Kenangan begitu kejam mencabik-cabik rasa ini.

Kenyataan begitu keras menampar diri ini.


Kau yang telah terang-terangan membenciku, masih saja aku cintai; aku benci.

Kau yang telah jelas-jelas tak lagi menganggapku ada, masih saja aku dambakan; aku muak.

Kau yang telah hilang, masih saja aku tunggu agar pulang; aku lelah.

Kau yang telah membunuhku, masih aja aku doakan keselamatan untukmu; aku bosan.


Aku ingin menatapmu secara langsung.

Aku ingin memelukmu tanpa sekat.

Aku ingin memilikimu secara utuh.

Tapi aku juga ingin sadar bahwa kau tak sama sekali melihat ke arahku.


Maaf, aku terlalu naif untuk terus menguatkan diriku sendiri bahwa semua yang kau lakukan padaku adalah upaya agar aku membencimu.

Maaf, aku terlalu cemburu dengan mereka yang bisa sangat dekat denganmu.

Maaf, aku terlalu mati-matian mencintaimu saat kau mati-matian mematikan rasaku.

Aku tidak kuat lagi, tapi aku mencintaimu, aku harus bagaimana?


Bogor, 10 Desember 2020



Bahagia yang Menghadirkan Luka

Oleh: Syefi Dwiruhil


Di pertengahan malam ini kau mengirimkan cerita

Tentang siapa yang lihai menyandra hatimu

Bahagia rupanya dirimu

Hingga kau coba bercerita kepadaku tentangnya


Aku mencoba membalasnya dengan berkhianat

Dengan senyum yang kucoba pasang dalam bibirku

Semoga kau bahagia bersamanya 

Gumamku dengan munafik


Aku memang salah mengenalmu

Hingga renjana ini muncul dengan sendirinya

Apakah ini yang namanya cinta?

Untuk apa cinta hadir kalau akhirnya akan membawa luka?


Tuhan izinkan aku mencintainya dalam diam

Meski lara semakin menjerat 

Meski tak mampu menghadirkan jumpa yang seutuhnya

Bila memang aku adalah tempatmu berbagi


Sejauh apapun kau pergi pasti akan kembali 

Bila kau memutuskan tak kembali itu tandanya kau memang bukan untukku lagi

Bila itu jalan bahagiamu, aku ikhlas meski terluka

Ketahuilah, luka itu mampu membuat hati ini semakin sempit 


Hingga hanya mampu terisi namamu

Aku tak seegois itu 

Memaksamu untuk kembali lagi 

Jika memang kamu ingin terus bersamanya dan pergi

Namun, izinkan aku mencintaimu dalam diam dan sepi


Makasar, 10 Desember 2020



Dekapan Sandiwara

Oleh: Nabila Ramadina


Rasanya ingin aku tertawa

Ya,menertawakan kebodohan atma

Yang masih saja terbelenggu cinta

Bahkan untuk cinta yang tak berharga


Entah aku yang merasa diabaikan

Atau memang sebernanya cinta ini tidak pernah ada

Entah siapa yang bersalah, pasrah sudah pasti tersedia

Terpuruk,diam,aku kehilangan


Sayang, lihatlah kelangit

Aku iri pada bintang dan bulan yang saling berkait

Aku pun iri pada bumi yang setia mengitari matahari pada orbit

Tanpa ada yang terluka dan merasa sakit


Aku ingin sudahi semua sandiwara

Aku begitu lelah terus berkata tidak apa

Aku lelah selalu berpura-pura

Aku, berhenti, sampai disini saja.


Cirebon, 10 Desember 2020

[Antologi Puisi] Mentari

 



Motivasi Mentari

Oleh Kelompok D


Sinarnya menyejukkan bumi

Memancar kala temaram pergi

Selalu menjadi primadona pagi

Mambakar semangat para pemimpi


Sinarmu mulai meninggi

Melambungkan semua rasa dalam diri

Harapan juga ikut teruji

Ketika nurani berkesempatan berdiri di atas kaki sendiri


Kadang hidup memang sulit

Dengan segala kisah persoalan yang amat berbelit

Tapi ini belum saatnya terbelenggu pailit

Teruslah berusaha mari kita bangkit


Jangan hiraukan orang-orang yang membenci dan menertawakan mimpimu 

Mereka tidak pantas atas waktumu

Terkadang ada saatnya kita harus menghibur diri sendiri

Acuhkanlah, fokus saja merangkai mimpi yang tinggi 


Memulai hari tuk wujudkan mimpi

Rintangan jadi motivasi

Keringat jadi teman sejati

Semua demi cita sang pemimpi


Ibaratkan hidup kita bagai matahari

Dilihat ataupun tidak ia terus bersinar

Dihargai atau tidak ia tak bosan menerangi

Diberikan ucapan terima kasih atau tidak ia tetap rela berbagi


Demikian hidup, mentari dan mimpi di sajak ini

Terima kasih, sinar yang tak tertandingi

Dari mimpi-mimpi yang akan kutandangi

Semoga kita terus hidup bersama mimpi yang tak mengenal redup


Tanah Air, 8 Desember 2020

Oleh Kelompok D

1. Nabila Ramadina

2. Alqueena G. C. A.⁩ 

3. Monika Tasya

4. Qonitia Lutfiah

5. Siti Hajar

6. Az Zahra Firdaus Syachputri⁩ 



Cahaya Kerinduan

Oleh: Kelompok A


Pagi telah datang.

Kini sang Surya mulai menampakkan sinarnya.

Menyinari setiap lorong-lorong kegelapan.

Pertanda saatnya memulai hari penuh ceria.


Puja puji pada matahari.

Asa bumantara tetap menyinari.

Binar aksa menuju diri.

Pun cakrawala berputar menyinari.


Aku mencintaimu dengan sangat.

Bahkan saat kau menghilang dan tak lagi terlihat.

Aku rindu pada pelukmu yang hangat.

Meski kutahu mencintaimu yang seperti matahari sungguh membuatku tak kuat; kau pekat; melekat; namun tak pernah bisa dekat.


Rindu pun merindukan kerinduan.

Tak pasti mencari pertemuan.

Berbisik menuju bintara kepastian.

Kemekaran bunga menolak bosan.


Alunan langkah membersamai melodi waktu.

Secangkir kehidupan menyelimuti nikmat kebersamaan.

Kemekaran bunga tak bosan manusia menunggu.

Pun kisah terbaik berbisik bintara kepastian.


Kelak hari ini berakhir.

Di saat malam telah mencuri siang.

Aku tak kan ikut menghapus namamu dalam hatiku.

Karena aku ingin kau selalu ada di dalamnya; kapanpun waktunya.



Nusantara, 8 Desember 2020

Oleh Kelompok A

1. Fairuz

2. Rusman

3. Ananda

4. Salsa

5. Laila

6. Kurniadi



 Berdiri Menunggu Matahari

Oleh: Kelompok E


Tentang Matahari

Setiap hari aku mengejarnya di timur dengan penuh syukur

Dan melakukan salam perpisahan di barat, dengan hati yang berat

Kamu matahariku.


Tiap detik tiap menit tiap jam

Tiada lelah kau berada di sekeliling ku 

Kau yang tahu perjuangan ku

Saat ku lelah kau lah harapanku.


Energimu, penerang hidupku 

Sinarmu mendekap hangat atmaku

Kamulah yang paling bercahaya di antara ribuan tata surya

Bersinarlah mentariku, bawa aku menikmati hariku.


Ina kini sudah teramat berbeda

Kehangatannya terasa mulai hampa

Pancaran cahaya tiada lagi bermakna

Namun hasratku atasmu tetap sama

Menjadikanmu segalanya.


Sampai kapan aku bisa bertemu matahari?

Bercengkrama dengan indahnya irama nadi

Hembusan angin menjadi pengusap tangis

Merelakan indahnya matahari.


Aku harap esok hari kau menyinari

Menyinari aku dan tempatku berdiri

Berdiri menunggumu kekasih

Kekasih pikiran dan hati.


Antah-berantah, 8 Desember 2020


Kelompok E

1. @⁨Khotimahkhzf⁩ 

2. @⁨Henny⁩ 

3. @⁨Sarika Sarah⁩ 

4. @⁨Khairun Muna⁩

Senin, 07 Desember 2020

[Antologi Quote] Cinta Segitiga

  



"Mas, kamu bukan Rasulullah yang mampu adil dalam hal nafkah dan juga rasa cinta. Dan aku pun bukan Khadijah yang rela membagi kekasihnya dengan wanita lain. Karena itulah kumohon jangan ada orang ketiga dalam kisah kita." -Fera Dwi Haryati

Kalimantan Timur, 3 Desember 2020

 


Kamu patahkan cinta yang sudah tersusun rapi, demi kuncup bunga yang baru tumbuh. -Nursid

Banten, 03 Desember 2020



Jika suatu hari nanti, kamu sudah tak lagi menjadi alasan dirinya menemukan tenang. Kembalilah, senyumku senantiasa menyambutmu pulang. -Muhamad Zaenudin

Lombok Tengah, 3 Desember 2020

[Antologi Puisi] Desember


Berharap Pada Bulan


Hai, Desember, boleh kutitipkan sebuah harap?

Setelah sebelas bulan kecewa menyapa

Atas luka-luka yang ia cipta

Kuharap kau dapat menjadi penawarnya


Luka ini telah menganga

Harap kau bawa pelita dalam gulita

Agar tak ada lagi air mata

Hanya tawa penuh makna


Ceritaku telah tak lagi sama

Aku mohon padamu, Desember

Tolong jadilah akhir yang indah dalam cerita

Agar saat aku bertemu denganmu lagi, aku lebih bahagia


Kecewa mungkin masih ada

Kuharap dengan hadirnya bulan terakhir ini

Keyakinan terpupuk semakin kuat 

Agar berakhir dengan nikmat


Nafasku mendesah

Lari sejauh mungkin

Kau tetap menjadi bayanganku

Desember yang menyambar tanpa pelukan dan orang yang baru


Ini belum berakhir untukku

Sebab kau tersisa kala rapuhku

Temani kala sepi hantui diriku

Desember, kau asa atas sukmaku



————————

Bait Desember

Oleh Kelompok A


Masa bergulir

Hari bergilir

Satu dua peristiwa beranjak mangkir

Bersama November yang tengah berakhir


Bait kisah terukir

Dalam alur yang mengikuti alir 

Berlayar waktu menuju hilir

Bersama nestapa yang selama ini mampir


Kini ratusan hari beranjak pergi

Meninggalkan segala bentuk kisah kelam

Membuka lembaran-lembaran baru celah mimpi

Yang masih tersimpan dalam sepinya malam


Masih kuingat,

Sepenggal kisah yang masih terperanjat

Saatnya bangkit dari sejuta pilu

Mari jadikan desember sebagai masa lalu


Semua peristiwa yang telah terjadi

Akan aku jadikan pembelajaran dalam hidup ini

Menjadi bekal menjalani hari-hari yang kunanti

Meski rasa perih kukuh menyelimuti hati


Doa dan harapan

Tak pernah usai kupanjatkan

Agar kelak aku menjadi nyata

Senyuman serta air mata menemani dengan setia


Sekeping harapan di tahun baru

Semoga keberkahan menyertaiku

Sentosa dan bahagia selalu

Harapku, Allah kabulkan doaku


Ruang maya, 1 Desember 2020


Oleh:

- Az Zahra Firdaus Syachputri

- Rina Mutiara

- Herdianti Wikke Yulian

- @⁨لي نسرين⁩ 

- @⁨Ayu⁩ 

- @⁨Annisa Fitri⁩



————————

Asa Desember

Kelompok D


Desember, kau tau?

Banyak tangis yang sudah membanjiri

Banyak duri yang silih berganti menancap pada diri

Tubuh berjubah luka nan perih


Desember, ingatkah?

Kala raga menapak titik lelah

Kala hati menjerit tercekik patah

Sungguh, nikmat dunia rasanya ingin disudah


Sesak menjalani sandiwara

Penuh jutaan drama

Lengkung senyum yang pura-pura

Tawa yang sekadar menyamarkan luka


Desember, 

sepekan dua pekan berlalu

Harapku semua berlalu

Berdalih harapan baru

Dipergantian bulan yang baru


Desember

Cukup pinta sederhana yang melangit

Gemuruh mengetuk singgasana Al-Majid

Semoga lekas membaik


Desember, Semoga membaik setelah November terus dihantam rasa sakit

Semoga tiada lagi pelik

Semoga segala senyum manis tak berubah lagi pahit


Pojok Maya, 1 Desember 2020

Oleh: 

-Marzuqotun najiyah

-Leon dwi putra

-Himelda

[Antologi Prosais] Selamat Tinggal 2020



Iklaskan pergi

Oleh: Syifa Alfatia N.S.


Tahun ini banyak musibah, akhir-akhir ini aku sering melihat orang meninggal, tergeletak dan tak berdaya banyak yang masuk ke rumah sakit lalu pulang dengan mobil ambulan, rasanya sangat sakit dengan begitu tiba tiba mereka telah dinyatakan tiada.


Tahun yang kuharap menyimpan kebahagiaan ternyata menimbulkan banyak ujian dan cobaan, mereka yang ditinggalkan seperti ku harus mengiklaskan, walau dengan terpaksa.


Bohong, jika aku tak merasakan derita yang menjadi derita semua orang didunia, entah dari kapan dan sampai kapan ini berakhir, hampir semua merasakan gelisah dan duka, ini mungkin adalah ujian di tahun ini.


Dengan hampir menghabiskan tahun ini berharap musibah tidak datang lagi, jikalau datang setidaknya aku sudah mempersiapkan diri.


————————

Garis Kehidupan

Oleh: Herdianti Wikke Yulian


Tahun 2020; tahun di mana aku harus merasakan kehilangan tujuan langkah kakiku. 


Tahun 2020; tahun di mana aku harus melepaskan angan dalam pikirku. Meninggalkan sejuta ambisi yang menghampiri diriku.


Tahun 2020; tahun di mana aku harus menguras habis air mataku. Menghaburkannya dalam wajah muramku.


Tahun 2020; tahun di mana aku harus menerima keadaan yang baru. Keadaan yang melahirkan perstiwa-peristiwa pilu. Kelak akan menjadi bagian cerita hidupku.


————————

Kau Luka, Tahun 2020

Oleh: Rosmalina


Banyak ceritera gambarkan tentangmu. Tetes air mata pun canda tawa. Berliku-liku meski enggan memang harus berlalu. Tak mudah walau singgah sebab asa ada membantu.


Aku marah sebab kau banyak buang waktu. Diriku menolak setuju semuanya berpihak padaku. Kau memakan begitu banyak kisah pilu. Bukan menyalahkan hanya saja ini terjadi pada masamu.


Aku terima meski kalut, pun kadang merintih. Keluh tak henti atasmu. Penuh suasana baru haruskan aku bangkit walau pilu. Ada beribu coretan tentangmu, perihal rasa menggebu. 


Awalnya sama meski kini sudut pandang berbeda akan hadirmu. Terlepas bagaimana kini, hadirmu adalah asa. Disambut tanpa ragu dengan kelap-kelip bintang pun lampu. 


Kau adalah tahun 2020 tak akan termakan oleh waktu terus berkibar tanpa malu. Sebab ribuan makhluk kerja keras jalani hari-hari tuk lewatimu. Ingin sudahi dan bawa makna baru. Perbaiki luka yang hadir pada masamu.