Khimar Saksi Bisu
Desir angin menerpa tubuh rapuh
Menggenggam mawar lusuh
Tanpa ada suara tubuh ini mulai berjalan
Menghampiri siluet wanita yang rupawan
Lentik bulu matanya seindah mawar merah
Hitam pekat irisnya sepekat siluet senja
Khimar menjadi saksi akan keberaniannya
Melawan lara yang hadir untuknya
Sekejap mulut ini berbincang
"Mengagumimu dalam diam, menatapmu secara perlahan, memimpikanmu setiap malam
Bisakah aku bersanding denganmu dalam kehidupan
Melewati hara prakara bersamamu dengan senyuman, Nona?"
Ku beranikan langkah kaki mendekatinya,
Tidak untuk merayunya,
Namun, hati berbisik
Pantaskah mendekatinya tanpa ikatan?
Hasrat hati menyatukan sebuah rasa
Beratnya rindu tiada lagi tertahan dada
Berilah waktu sebelum pejamkan mata
Untuk memeluk darah daging sempat terpelihara
Perpaduan malam menghadirkan hujan
Membasahi kami dengan tatap penuh makna
Secercah cahaya binar terpantul dari iris Nona
Memberikan harapan pasti untukku
Akhir dari segala rasa yang terpendam,
Kau sempatkan untuk menerima mawar lusuh ini.
Mata yang membulan seakan menandakan kau tersenyum manis di dalam balutan Khimar.
Ruang rindu, 22 Juni 2021
Oleh:
1. Siti Nurjannah
2. Naily Tazkiyyah Saputri
3. Sintia Ernanda N.
4. Ryania Kartika
5. MardhiahHayati
6. Madu Kharisma
Merah Putih
Merah darah bercucuran,
Di tengah medan juang,
Menghempaskan lawan,
Tegakkan kebenaran.
Menjadi saksi akan perjuangan
Tangisan menjadi irama kesedihan
Ketika semangat perjuangan diutamakan
Membela tanah air tumpah darah
Sewarna saga
Tangis memecah singgasana
Menumpah darah
Dari jiwa-jiwa tak bersalah
Mesiu mengudara
Bait pilu menggema
Negeriku,
Begitu banyak penyaksian luka
Merah putih dikibarkan
Tanda puncak kemenangan
Dari lawan yang tak kenal kemanusiaan
Penjajah negeri tak bertuan
Pertumbuhan darah menjadi darah bagi air mata
Negeri tak bertuan belum di ambang ke jayaan
Dikarenakan banyak tangis malaikat kecil yang tak berdosa
Apakah ini pertanda bahwa kemerdekaan belum saatnya?
Ruang kesedihan, 22 juni 2021
Oleh:
1. Rizka Munira
2. Setrio Hardinata
3. Alfiya Yasmin
Meruak Pilu
Suara angin saling menyapa,
Menuju ke hati begitu nestapa,
Helai daun enggan kelana,
Menembus raga tanpa rasa.
Terbungkus kesepian semakin dalam,
Tenggelam bersama lautan amarah,
Hembusan napas yang terbakar,
Putus asa menikmati luka.
Merintih senja semakin kelam,
Tersayat pilu luka kepedihan,
Mengejar bayang rangkai khayalan,
Atma menjerit bernada tragis.
Lesap yang sepi,
Dia betandang berpisah mandiri,
Pergi terbuka tanpa sembunyi,
Menjauh, tanpa kembali
Bana sejarah yang semula sunyi kini berbunyi,
Terlintas, bebas, tanpa batas,
Krida yang lincah sumarah berhenti,
Akhirnya pancakara pada diri sendiri.
Galaba, perkenalan menjadi awal sejarahnya perpisahan
Dalam dalu yang meruak tanpa tertahan.
22 Juni 2021
Oleh:
Muttaqina Imama
Nur Syafiqah Binti Nahlil
Mifta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar