PENDIDIKAN TERLAHIR PREMATUR
Karya Natasya Azlia
pexels.com/Emily Ranquist
Tahun berganti tahun, pendidikan akan terus mengalami kemajuan dalam kuantitas dan kualitasnya. Seperti yang sudah kita tahu selama 3 tahun terakhir, pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan baru dalam pendidikan di Indonesia, penerapan kurikulum 2013, sistem ujian berbasis komputer dan lain sebagainya.
Edukasi kebijakan tersebut, dalam beberapa aspek memicu pro-kontra. Seperti yang penulis alami, pada ujian akhir kelas 12, tanpa pemberitahuan dari pihak sekolah, daftar pelajaran ujian jurusan IPA tercantum pelajaran lintas minat ekonomi, begitu juga halnya jurusan IPS, terdapat pelajaran lintas minat biologi, hal ini mengakibatkan siswa heran dan terkejut.
"Kami awalnya juga terkejut dengan kejadian ini, info yang didapatkanpun mendadak, kalian(siswa) belajarlah," begitu kata seorang guru BK MAN yang berzonasi di Aceh. Pendidikan di Indonesia memang terlahir prematur. Banyak kesetimpangan dari berbagai pihak, pemerintah tidak memperdulikan apa yang dibutuhkan peserta didik, dan hanya menerapkan aturan dan kebijakan yang dapat menaikkan derajat pemerintah, bahwa 'saya (pemerintah) bekerja loh'.
Penerapan sistem pembelajaran yang tidak ideal mempengaruhi potensi akademik, mengklaim bahwa peserta didik 'harus serba bisa' dengan penilaian hasil auji dikendalikan oleh pemerintah.
Tidak heran jika banyak peserta didik yang depresi dan stres akibat tekanan dari sekolah untuk bersaing dalam akademik di luar batas otak.
Pada permasalahan ini, guru juga ikut andil atas ketidaksiapan peserta didik dengan informasi yang mendadak, berjalannya proses belajar-mengajar akan stabil jika guru berintelektual. Seperti yang di katakan bapak Anis Baswedan, "Kurikulum berubah, tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Namun, jika kualitas guru meningkat, kualitas pendidikan juga akan meningkat."
Berdasarkan pernyataan penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa proporsi kebijakan pemerintah tidak konsisten terhadap kurikulum. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya tidak melakukan terlalu banyak eksperimen dalam pendidikan di Indonesia, yang mengakibatkan kebingungan pada peserta didik akan perubahan pola pendidikan.
Ini bukan perperangan, jabatan bukan kekuasaan, pendidikan bukan senjata untuk menghasilkan uang.
Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia," Nelson Mandela.