Selasa, 29 Desember 2020

[Antologi Puisi] Rindu




Sarayu Abu

Oleh Eka Nuur Setiani


Sarayu menerpa kalbu

Memainkan lagu penuh nada pilu

Rupamu menyesatkan segala mindaku


Sarayu menyesakkan dada

Luka lama terbuka kian menganga

Belum usai jiwa dibakar duka


Sarayu menggiring payoda

Menumpahkan tirta, mengusik sukma

Dihantam relungku, dihajar asmara


Sarayu meguar abu

Mejejalkan kenangan kelu

Aku dibolak balikkan rindu


Lamongan, 24 Desember 2020


Rintik Rindu

Oleh Syefi Dwiruhil M. 


Terdengar sayu kian merdu 

Mencoba berbisik dalam desis

Hingga hati terasa pilu akan rasa yang menggebu 


Pada payoda kau titipkan

Tentang rasa rindumu padaku 

Sebuah rasa yang tak mungkin terucap dari daun bibirmu 


Awan tak berkhianat padamu

Tentang rindumu yang kau titipkan padanya 

Sore tadi, saat senja mulai menyingsing 


Awan datang padaku menjumpaiku dalam sayu

Ia sampaikan rindumu padaku lewat rintik yang syahdu

Yang kunikmati bersama serayu  


Padang, 24 Desember 2020



Semesta

Oleh Lia Nisrina 


Riuh ombak bersorak-sorai

Menyemarakkan suasana pantai

Hingga atma pun menemukan damai


Sarayu senja menyentuh mesra

Sebuah senyuman indah muncul memberi makna

Betapa hebat setiap ciptaan-Nya


Payoda ikut hadir mewarnai semesta

Pun pelangi mendampingi dengan setia

Mengambil peran dalam buana


Seluruh tinta tak kan mampu mencukupi

Untuk mengurai kekuasaan yang Allah miliki

Jadi, mari kita jaga alam ini agar selalu nampak lestari


Aceh, 24 Desember 2020

[Antologi Puisi] Ibu



Teruntuk Malaikatku, Ibu

Oleh Kelompok E


Banyak syair ingin terujar

Seperti icipan juga decakan lidah

Peluh dan omelan itu ...

Aku menginginkannya lebih dari apapun


Ketika syair itu akan terucap

Air mata mengalir deras

Mengingat pengorbanannya yang tak terbanding

Melihat wajah yang kian keriput


Ibu, maaf

Kala sayapmu satu per satu patah

Putrimu ini belum sepenuhnya memapah

Merangkulmu ditengah lelah


Mantra-mantra yang kau ajak berdendang

Menemani malamku yang kian petang

Dibawah hamparan selimut dan selendang

Direngkuhnya ragaku penuh sayang


Seberapa pun sakitnya kau tetep ikhlas merawat kami

Tanpa ada rasa lelah kau layani kami dengan sepenuh hati

Kau berikan semua apa yang kami butuhkan

Terimakasih telah memberikan kami cinta kasih tulusmu tanpa putus


Kamar maya, 22 Desember 2020

______

Marzuqotun Najiyah

Adelia Jufri

Ana syahrir

Fitri ulfia

Laila

Eka nuur setiani



Sayap Belikatku

Oleh Kelompok F 

 

Bagai sinar tatkala dunia terasa gelap

Menghapus sedih yang kadang gemerlap

Hingga sering kurindu dalam dekap

Kadang hanya terasa sekejap


Matahari yang selalu Sinari hari

Hingga sering tanpanya aku merasa sendiri

Senyumnya selalu menyejukkan hati

Yang tak pernah lelah menyemangati


Tak peduli meski petir menyambar

ia tetap selalu berusaha sabar

Tak peduli tubuhnya sudah gemetar

Ia tetap mengetuk warga sekitar


Derita siang malam sungguh tak jemu

Secercah cacian kadang hinaan

Sampai air mata tumpah membisu

Perjuanganmu sungguh menawan


Tiada henti memang

Memikul beban yang tak terkira 

Namun seakan tak dirasanya

Sungguh wanita hebat yang tiada duanya 


Tuhan, aku menyayanginya

Semua usaha kulakukan untuk mengukir senyum indah di bibirnya

Sebab bahagianya adalah bahagiaku

Sedihnya adalah sedihku


Berilah ia bahagia yang tak datang tuk berlalu

Wujudkan inginnya yang kini masih semu

Jangan biarkan ia terperangkap dalam kelabu

Karena ia teramat berharga bagiku 


Nusantara, 22 Desember 2020

——————

1. @⁨Henny⁩ 

2. @⁨Syifa PI⁩ 

3. @⁨Noviyanti PI⁩ 

4. @⁨Rid PI⁩ 

5. @⁨Diantiwikke PI⁩ 

6. @⁨Rinam⁩




Ciptaan Terindah

Oleh Kelompok C


Sosok yang tak pernah pudar akan cahaya kasih yang berseri

Ciptaan terindah dari-Nya dalam dunia yang fana ini

Pintu rahmat yang Allah kirim tuk menggapai kebahagiaan sejati

Tak terhingga, kekal abadi


Penerang dalam lorong kegelapan 

Selalu menjadi tempat ternyaman

Memelukku dalam setiap kesulitan

Memberikan seluruh cinta dalam setiap jejak kehidupan


Lelahmu kian menantang

Saat usiaku makin menjulang

Sedang abdiku belum sepenuhnya tertuang

Untuk jasamu yang tak pernah hilang


Pun senyumanmu membahagiakan semesta

Bunga bermekaran bersuka ria

Bintang bersinar dalam angkasa

Menatap takjub insan mulia


Cintamu seluas samudera

Kasihmu sepanjang masa

Tawamu memberi warna

Hingga dunia terasa surga


Andai saja kupersembahkan 

Rumah mewah serta uang miliaran

Emas permata yang berkilauan

Tak kan mampu menghapus segala pengorbanan


Terimakasih

Untuk setiap detik-detik penuh bahagia

Hanya doa yang mampu kubalas walau tak seberapa

Atas seluruh ketulusanmu, semoga firdaus-Nya menjadi kesudahan takdir ibu tercinta


Tanah Garuda, 22 Desember 2020



Minggu, 20 Desember 2020

[Antologi Puisi] Mercusuar



Arah Pemandu Perjalanan

Oleh: Kelompok A


Angin yang begitu keras

Mengarah ke satu tempat

Deras nya ombak silih berganti

Berguncang hingga ke tepian


Pemandu arah terus berputar

Mengintari ke seluruh penjuru

Cahaya yang begitu terang

Menerangi setiap perjalanan


Nahkoda kapal terus berlayar

Dermaga menjadi akhir tujuan

Orang ramai di sisi daratan

Menunggu barang hingga sampai


Waktu terus berjalan hingga akhir

Kilauan cahaya mulai terbenam

Angin senja selalu menemani

Di setiap gerak aktivitasnya


Pun mercusuar kokoh di tepi pantai

Tak gentar meski ombak menerjang

Tetap bersinar menunjuk jalan

Bagi mereka nan tersesat ditengah lautan


Bebatuan ombak berselancar

Mercusuar kokoh 

Dari rembulan sampai hadirnya fajar

Sang pemberi arah dalam kegelapan


Kuyakini ada satu titik cahaya terang disana

Berjalan menyusuri

Tapi entah hendak kemana

Keringat menetes membasahi pipinya


Bumi Pertiwi, 15 Desember 2020

Anggota:

1. Prakas Dwi Saputra

2. Dessy Kurniawati

3. Rosmalina

4. Syifa Restania Putri 



Mengeja Asa

Oleh: Kelompok B


Gelombang lautan kian berkejaran

Berdesir menerpa batu karang

Memecah suasana dari kejauhan

Mercusuar menjadi saksi bisu


Tinggi menjulang menggapai langit

Teguh kukuh memandang samudera

Bagai arahan penunjuk jalan

Ke mana atma akan bertepi


Kisah berkasih bagai mercusuar

Berseru cahaya saat tiba malam hari

Menjadi navigasi kala tersesat gusar

Pun kadang memeluk dinginnya badai


Pasrah bukan berarti menyerah

Meski tiada henti dihantam badai

Sempat berpikir berhenti menjadi kuat

Namun tekad kembali membakar semangat


Desir ombak kian menderu

Berdiri di tepian pantai nan gigih

Luka kian menyerbu hingga ke hulu

Melihat banyak hal hingga tertatih


Gemetar di tengah ombak nan desir

Teringat banyak kisah yang terukir

Di balik tingginya mercusuar

hadapi semuanya dengan gentar


Aku hanyalah sebatang sampan

Menari-nari di tengah lautan

Mencari-cari garis cahaya tuan

Mengeja ke mana arah tujuan


Ruang Maya, 15 Desember 2020


Anggota Kelompok B :

1. Ahlul Aqdi

2. Noviyanti

3. Siti Azizah

4. Leon Dwi Putra

5. Rina Mutiara

6. Ana Syahrir



Sajak Menara Suar

Oleh Kelompok C


Menara suar menyikap memoar

Horizon nan indah terhampar

Senja di pantai hampir padam

Langit hampir malam


Menara suar, 

Menari di bawah senja pudar

Menjadi saksi nelayan yang kelelahan

Menjadi penonton setia ombak yang berkejaran


Perahu perahu nelayan

Nelayan menebar jala

Pedagang pedagang ikan

Kehidupan pesisir dibayangi senja


Keringatnya bertetesan

Mengkilat tertimpa semburat jingga

Pada hari itu,

Tak ada satu alasan kecuali keluarga


Senyum iklas membuatmu bahagia

Dіiringi perahu papan

Membelah laut menuju harapan

Dеmі mendapat sekeranjang harta amis уаng ѕаngаt berharga


Akankah semua terbayar

Lelah letih dimakan oleh masa

Berharap pada sebuah penghidupan

Untuk memenuhi seluruh impian


Menara suar, bersama sajakku di senja yang hapir larut

Kamu mengerti betapa semangatnya tak pernah surut

Semoga apa apa yang telah ia perjuangkan di tengah laut

Membawa bahagia untuk keluarga yang menanti hingga malam larut


Ruang maya, 15 Desember 2020


Anggota yang mengerjakan:

• Az Zahra Firdaus Syachputri

• Herly

• Fitri Ulfia


[Antologi Fiksi Mini] Horor


Ayah

Oleh: Rosmalina


"Ah, akhirnya sampai juga" ucapku sembari membuka pintu. Aku lihat ayah tersenyum ke arahku, rasanya lelah hilang kala ia mendekapku. Seperti biasa, ayah menungguku sembari menonton tv. Namun kali ini tak ada gambar yang terlihat disana, hanya gelap tak berwarna. Kemudian, aku menoleh ke ayahku. "Ayah tidak menonton?" tanyaku lembut. Dia hanya tersenyum, menunjuk ke arah kamar tempatnya tertidur. Aku langsung berlari, berpikir ada kejutan indah untukku. Dan yah, ketika pintu itu terbuka. Air mata mengalir deras di pipiku, bukan ini inginku. Melihat ayah di lantai berbaring kaku.



Karma Bolos Sekolah

Oleh: Leon Dwi Putra


Rabu pagi saat berangkat sekolah aku, kakak dan Asep anak tetangga.

Namaku Leon dwi putra, Kakakku Fitra tirtana.

Jam 6 pagi kami berpamitan, kakak menyuruhku duluan. Sesampainya di sekolah, aku tak melihat kakak dan asep.

Sepulang sekolah jam 11:30 siang saat matahari sedang berada diatas kepala. 

Aku dan Fahmi (teman) pulang melewati kebun coklat. Terdengar seperti suara kakak dan asep memanggil namaku. "Yon, yon, yon", dengar telingaku.

Aku tak berani mendatangi karena pada masa itu sedang ramai-ramainya penculikan.

Sesampainya dirumah, ayah bertanya: "Aa mana yon?", jawabku "Di sekolah tadi gak ada yah, asep juga gak ada".

"Pasti bolos lagi, yasudah masuk sana" ucap ayah.

Selang dua hari kakak gak pulang, lalu terdengar teriakan Ustadz Yadi yang kala itu selesai sholat tahajjud, sekitar pukul 01:30, Ustadz menemukan kakak dan asep yang tertidur dibawah pohon bambu dekat pemakaman umum. 

Pak yadi pun bertanya pada kakak dan asep, "kalian ngapain tidur di sini", jawab kakak "Tadi saya naik kereta api, semua penumpang dan penjual menunduk, saya tanya tidak ada yang menjawab dengan muka rata tanpa hidung dan mata, lalu saya turun di stasiun manggarai, bertemu seorang nenek dan dibawa masuk kedalam rumah yang begitu besar, entah kenapa ketika ustadz membangunkan saya, saya kok ada di pohon bambu, saya bingung tadz."

"Kamu sudah makan dan minum?" tanya pak yadi. Kakak menjawab, "Sudah tadz, tadi makan mie sama sirup merah di rumah nenek itu.". Lalu pak yadi mengucap Istigfar dan mendo'akan, kata pak yadi "Apa kamu tahu? yang kamu maksud mie itu adalah cacing, dan sirup merah adalah darah", Kakak pun kebingungan. Lalu pak yadi memberi minum pada kakak. Setelah itu, kakak dan asep diantar pulang kerumah.



Pulang

Oleh: Fairuz Azhar Hibatullah


Aku sedang mengerjakan tugas kuliah di kamarku. Tiba-tiba televisi ruang tengah menyala. Aku pergi ke ruang tengah, ternyata mereka sudah pulang, Ayah, Ibu, dan dua adikku.

Aku mengobrol sebentar dengan mereka di ruang tengah tentang perjalanan tadi. Rasanya menyesal aku tidak ikut mereka. Aku pun kembali ke kamarku melanjutkan pekerjaan kuliah.

Setiba di kamar, ada panggilan masuk dari bibiku. Ketika aku angkat, dengan suara tangis dia mengatakan,

“Nak yang sabar, ya. Ayah, Ibu, dan dua adikmu tewas akibat kecelakaan. Sekarang bibi sedang di rumah sakit.”

Suara televisi pun mati seketika.

Minggu, 13 Desember 2020

[Antologi Puisi] Luka






Hampir Menyerah

Oleh: Ananda Mella


Kegelapan begitu pekat menyelimuti malam ini.

Kesepian begitu erat memeluk hati ini.

Kenangan begitu kejam mencabik-cabik rasa ini.

Kenyataan begitu keras menampar diri ini.


Kau yang telah terang-terangan membenciku, masih saja aku cintai; aku benci.

Kau yang telah jelas-jelas tak lagi menganggapku ada, masih saja aku dambakan; aku muak.

Kau yang telah hilang, masih saja aku tunggu agar pulang; aku lelah.

Kau yang telah membunuhku, masih aja aku doakan keselamatan untukmu; aku bosan.


Aku ingin menatapmu secara langsung.

Aku ingin memelukmu tanpa sekat.

Aku ingin memilikimu secara utuh.

Tapi aku juga ingin sadar bahwa kau tak sama sekali melihat ke arahku.


Maaf, aku terlalu naif untuk terus menguatkan diriku sendiri bahwa semua yang kau lakukan padaku adalah upaya agar aku membencimu.

Maaf, aku terlalu cemburu dengan mereka yang bisa sangat dekat denganmu.

Maaf, aku terlalu mati-matian mencintaimu saat kau mati-matian mematikan rasaku.

Aku tidak kuat lagi, tapi aku mencintaimu, aku harus bagaimana?


Bogor, 10 Desember 2020



Bahagia yang Menghadirkan Luka

Oleh: Syefi Dwiruhil


Di pertengahan malam ini kau mengirimkan cerita

Tentang siapa yang lihai menyandra hatimu

Bahagia rupanya dirimu

Hingga kau coba bercerita kepadaku tentangnya


Aku mencoba membalasnya dengan berkhianat

Dengan senyum yang kucoba pasang dalam bibirku

Semoga kau bahagia bersamanya 

Gumamku dengan munafik


Aku memang salah mengenalmu

Hingga renjana ini muncul dengan sendirinya

Apakah ini yang namanya cinta?

Untuk apa cinta hadir kalau akhirnya akan membawa luka?


Tuhan izinkan aku mencintainya dalam diam

Meski lara semakin menjerat 

Meski tak mampu menghadirkan jumpa yang seutuhnya

Bila memang aku adalah tempatmu berbagi


Sejauh apapun kau pergi pasti akan kembali 

Bila kau memutuskan tak kembali itu tandanya kau memang bukan untukku lagi

Bila itu jalan bahagiamu, aku ikhlas meski terluka

Ketahuilah, luka itu mampu membuat hati ini semakin sempit 


Hingga hanya mampu terisi namamu

Aku tak seegois itu 

Memaksamu untuk kembali lagi 

Jika memang kamu ingin terus bersamanya dan pergi

Namun, izinkan aku mencintaimu dalam diam dan sepi


Makasar, 10 Desember 2020



Dekapan Sandiwara

Oleh: Nabila Ramadina


Rasanya ingin aku tertawa

Ya,menertawakan kebodohan atma

Yang masih saja terbelenggu cinta

Bahkan untuk cinta yang tak berharga


Entah aku yang merasa diabaikan

Atau memang sebernanya cinta ini tidak pernah ada

Entah siapa yang bersalah, pasrah sudah pasti tersedia

Terpuruk,diam,aku kehilangan


Sayang, lihatlah kelangit

Aku iri pada bintang dan bulan yang saling berkait

Aku pun iri pada bumi yang setia mengitari matahari pada orbit

Tanpa ada yang terluka dan merasa sakit


Aku ingin sudahi semua sandiwara

Aku begitu lelah terus berkata tidak apa

Aku lelah selalu berpura-pura

Aku, berhenti, sampai disini saja.


Cirebon, 10 Desember 2020

[Antologi Puisi] Mentari

 



Motivasi Mentari

Oleh Kelompok D


Sinarnya menyejukkan bumi

Memancar kala temaram pergi

Selalu menjadi primadona pagi

Mambakar semangat para pemimpi


Sinarmu mulai meninggi

Melambungkan semua rasa dalam diri

Harapan juga ikut teruji

Ketika nurani berkesempatan berdiri di atas kaki sendiri


Kadang hidup memang sulit

Dengan segala kisah persoalan yang amat berbelit

Tapi ini belum saatnya terbelenggu pailit

Teruslah berusaha mari kita bangkit


Jangan hiraukan orang-orang yang membenci dan menertawakan mimpimu 

Mereka tidak pantas atas waktumu

Terkadang ada saatnya kita harus menghibur diri sendiri

Acuhkanlah, fokus saja merangkai mimpi yang tinggi 


Memulai hari tuk wujudkan mimpi

Rintangan jadi motivasi

Keringat jadi teman sejati

Semua demi cita sang pemimpi


Ibaratkan hidup kita bagai matahari

Dilihat ataupun tidak ia terus bersinar

Dihargai atau tidak ia tak bosan menerangi

Diberikan ucapan terima kasih atau tidak ia tetap rela berbagi


Demikian hidup, mentari dan mimpi di sajak ini

Terima kasih, sinar yang tak tertandingi

Dari mimpi-mimpi yang akan kutandangi

Semoga kita terus hidup bersama mimpi yang tak mengenal redup


Tanah Air, 8 Desember 2020

Oleh Kelompok D

1. Nabila Ramadina

2. Alqueena G. C. A.⁩ 

3. Monika Tasya

4. Qonitia Lutfiah

5. Siti Hajar

6. Az Zahra Firdaus Syachputri⁩ 



Cahaya Kerinduan

Oleh: Kelompok A


Pagi telah datang.

Kini sang Surya mulai menampakkan sinarnya.

Menyinari setiap lorong-lorong kegelapan.

Pertanda saatnya memulai hari penuh ceria.


Puja puji pada matahari.

Asa bumantara tetap menyinari.

Binar aksa menuju diri.

Pun cakrawala berputar menyinari.


Aku mencintaimu dengan sangat.

Bahkan saat kau menghilang dan tak lagi terlihat.

Aku rindu pada pelukmu yang hangat.

Meski kutahu mencintaimu yang seperti matahari sungguh membuatku tak kuat; kau pekat; melekat; namun tak pernah bisa dekat.


Rindu pun merindukan kerinduan.

Tak pasti mencari pertemuan.

Berbisik menuju bintara kepastian.

Kemekaran bunga menolak bosan.


Alunan langkah membersamai melodi waktu.

Secangkir kehidupan menyelimuti nikmat kebersamaan.

Kemekaran bunga tak bosan manusia menunggu.

Pun kisah terbaik berbisik bintara kepastian.


Kelak hari ini berakhir.

Di saat malam telah mencuri siang.

Aku tak kan ikut menghapus namamu dalam hatiku.

Karena aku ingin kau selalu ada di dalamnya; kapanpun waktunya.



Nusantara, 8 Desember 2020

Oleh Kelompok A

1. Fairuz

2. Rusman

3. Ananda

4. Salsa

5. Laila

6. Kurniadi



 Berdiri Menunggu Matahari

Oleh: Kelompok E


Tentang Matahari

Setiap hari aku mengejarnya di timur dengan penuh syukur

Dan melakukan salam perpisahan di barat, dengan hati yang berat

Kamu matahariku.


Tiap detik tiap menit tiap jam

Tiada lelah kau berada di sekeliling ku 

Kau yang tahu perjuangan ku

Saat ku lelah kau lah harapanku.


Energimu, penerang hidupku 

Sinarmu mendekap hangat atmaku

Kamulah yang paling bercahaya di antara ribuan tata surya

Bersinarlah mentariku, bawa aku menikmati hariku.


Ina kini sudah teramat berbeda

Kehangatannya terasa mulai hampa

Pancaran cahaya tiada lagi bermakna

Namun hasratku atasmu tetap sama

Menjadikanmu segalanya.


Sampai kapan aku bisa bertemu matahari?

Bercengkrama dengan indahnya irama nadi

Hembusan angin menjadi pengusap tangis

Merelakan indahnya matahari.


Aku harap esok hari kau menyinari

Menyinari aku dan tempatku berdiri

Berdiri menunggumu kekasih

Kekasih pikiran dan hati.


Antah-berantah, 8 Desember 2020


Kelompok E

1. @⁨Khotimahkhzf⁩ 

2. @⁨Henny⁩ 

3. @⁨Sarika Sarah⁩ 

4. @⁨Khairun Muna⁩

Senin, 07 Desember 2020

[Antologi Quote] Cinta Segitiga

  



"Mas, kamu bukan Rasulullah yang mampu adil dalam hal nafkah dan juga rasa cinta. Dan aku pun bukan Khadijah yang rela membagi kekasihnya dengan wanita lain. Karena itulah kumohon jangan ada orang ketiga dalam kisah kita." -Fera Dwi Haryati

Kalimantan Timur, 3 Desember 2020

 


Kamu patahkan cinta yang sudah tersusun rapi, demi kuncup bunga yang baru tumbuh. -Nursid

Banten, 03 Desember 2020



Jika suatu hari nanti, kamu sudah tak lagi menjadi alasan dirinya menemukan tenang. Kembalilah, senyumku senantiasa menyambutmu pulang. -Muhamad Zaenudin

Lombok Tengah, 3 Desember 2020

[Antologi Puisi] Desember


Berharap Pada Bulan


Hai, Desember, boleh kutitipkan sebuah harap?

Setelah sebelas bulan kecewa menyapa

Atas luka-luka yang ia cipta

Kuharap kau dapat menjadi penawarnya


Luka ini telah menganga

Harap kau bawa pelita dalam gulita

Agar tak ada lagi air mata

Hanya tawa penuh makna


Ceritaku telah tak lagi sama

Aku mohon padamu, Desember

Tolong jadilah akhir yang indah dalam cerita

Agar saat aku bertemu denganmu lagi, aku lebih bahagia


Kecewa mungkin masih ada

Kuharap dengan hadirnya bulan terakhir ini

Keyakinan terpupuk semakin kuat 

Agar berakhir dengan nikmat


Nafasku mendesah

Lari sejauh mungkin

Kau tetap menjadi bayanganku

Desember yang menyambar tanpa pelukan dan orang yang baru


Ini belum berakhir untukku

Sebab kau tersisa kala rapuhku

Temani kala sepi hantui diriku

Desember, kau asa atas sukmaku



————————

Bait Desember

Oleh Kelompok A


Masa bergulir

Hari bergilir

Satu dua peristiwa beranjak mangkir

Bersama November yang tengah berakhir


Bait kisah terukir

Dalam alur yang mengikuti alir 

Berlayar waktu menuju hilir

Bersama nestapa yang selama ini mampir


Kini ratusan hari beranjak pergi

Meninggalkan segala bentuk kisah kelam

Membuka lembaran-lembaran baru celah mimpi

Yang masih tersimpan dalam sepinya malam


Masih kuingat,

Sepenggal kisah yang masih terperanjat

Saatnya bangkit dari sejuta pilu

Mari jadikan desember sebagai masa lalu


Semua peristiwa yang telah terjadi

Akan aku jadikan pembelajaran dalam hidup ini

Menjadi bekal menjalani hari-hari yang kunanti

Meski rasa perih kukuh menyelimuti hati


Doa dan harapan

Tak pernah usai kupanjatkan

Agar kelak aku menjadi nyata

Senyuman serta air mata menemani dengan setia


Sekeping harapan di tahun baru

Semoga keberkahan menyertaiku

Sentosa dan bahagia selalu

Harapku, Allah kabulkan doaku


Ruang maya, 1 Desember 2020


Oleh:

- Az Zahra Firdaus Syachputri

- Rina Mutiara

- Herdianti Wikke Yulian

- @⁨لي نسرين⁩ 

- @⁨Ayu⁩ 

- @⁨Annisa Fitri⁩



————————

Asa Desember

Kelompok D


Desember, kau tau?

Banyak tangis yang sudah membanjiri

Banyak duri yang silih berganti menancap pada diri

Tubuh berjubah luka nan perih


Desember, ingatkah?

Kala raga menapak titik lelah

Kala hati menjerit tercekik patah

Sungguh, nikmat dunia rasanya ingin disudah


Sesak menjalani sandiwara

Penuh jutaan drama

Lengkung senyum yang pura-pura

Tawa yang sekadar menyamarkan luka


Desember, 

sepekan dua pekan berlalu

Harapku semua berlalu

Berdalih harapan baru

Dipergantian bulan yang baru


Desember

Cukup pinta sederhana yang melangit

Gemuruh mengetuk singgasana Al-Majid

Semoga lekas membaik


Desember, Semoga membaik setelah November terus dihantam rasa sakit

Semoga tiada lagi pelik

Semoga segala senyum manis tak berubah lagi pahit


Pojok Maya, 1 Desember 2020

Oleh: 

-Marzuqotun najiyah

-Leon dwi putra

-Himelda

[Antologi Prosais] Selamat Tinggal 2020



Iklaskan pergi

Oleh: Syifa Alfatia N.S.


Tahun ini banyak musibah, akhir-akhir ini aku sering melihat orang meninggal, tergeletak dan tak berdaya banyak yang masuk ke rumah sakit lalu pulang dengan mobil ambulan, rasanya sangat sakit dengan begitu tiba tiba mereka telah dinyatakan tiada.


Tahun yang kuharap menyimpan kebahagiaan ternyata menimbulkan banyak ujian dan cobaan, mereka yang ditinggalkan seperti ku harus mengiklaskan, walau dengan terpaksa.


Bohong, jika aku tak merasakan derita yang menjadi derita semua orang didunia, entah dari kapan dan sampai kapan ini berakhir, hampir semua merasakan gelisah dan duka, ini mungkin adalah ujian di tahun ini.


Dengan hampir menghabiskan tahun ini berharap musibah tidak datang lagi, jikalau datang setidaknya aku sudah mempersiapkan diri.


————————

Garis Kehidupan

Oleh: Herdianti Wikke Yulian


Tahun 2020; tahun di mana aku harus merasakan kehilangan tujuan langkah kakiku. 


Tahun 2020; tahun di mana aku harus melepaskan angan dalam pikirku. Meninggalkan sejuta ambisi yang menghampiri diriku.


Tahun 2020; tahun di mana aku harus menguras habis air mataku. Menghaburkannya dalam wajah muramku.


Tahun 2020; tahun di mana aku harus menerima keadaan yang baru. Keadaan yang melahirkan perstiwa-peristiwa pilu. Kelak akan menjadi bagian cerita hidupku.


————————

Kau Luka, Tahun 2020

Oleh: Rosmalina


Banyak ceritera gambarkan tentangmu. Tetes air mata pun canda tawa. Berliku-liku meski enggan memang harus berlalu. Tak mudah walau singgah sebab asa ada membantu.


Aku marah sebab kau banyak buang waktu. Diriku menolak setuju semuanya berpihak padaku. Kau memakan begitu banyak kisah pilu. Bukan menyalahkan hanya saja ini terjadi pada masamu.


Aku terima meski kalut, pun kadang merintih. Keluh tak henti atasmu. Penuh suasana baru haruskan aku bangkit walau pilu. Ada beribu coretan tentangmu, perihal rasa menggebu. 


Awalnya sama meski kini sudut pandang berbeda akan hadirmu. Terlepas bagaimana kini, hadirmu adalah asa. Disambut tanpa ragu dengan kelap-kelip bintang pun lampu. 


Kau adalah tahun 2020 tak akan termakan oleh waktu terus berkibar tanpa malu. Sebab ribuan makhluk kerja keras jalani hari-hari tuk lewatimu. Ingin sudahi dan bawa makna baru. Perbaiki luka yang hadir pada masamu.

Senin, 30 November 2020

[Antologi Quote] Guru

pexels.com/mentatdgt



Cerdik

Oleh Rina mutiara

"Mendidik tanpa hardik adalah seni mengajar seorang guru paling cerdik" 


Karenamu

Oleh Ade Rifani

"Denganmu aku mengenal banyak aksara, merangkai kata menjadi cerita. Tanpamu aku buta, bisu dalam berkata"


Panutan Terhebat

Oleh Khairun Muna

"Pekerjaannya mungkin terlihat sederhana, namun ilmunya teramat luar biasa. Tak dapat yang bisa menggantikan sosoknya. Dari milyaran manusia di dunia, dialah yang mampu mewarnai kehidupan seseorang. Memberi dengan ikhlas, mengajarkan dengan teramat sabar. Guru ialah pahlawan terhebat di sepanjang masa."

[Antologi Puisi] Rindu



Waktu dan Rindu

Oleh Kelompok A


Denting jam dinding seolah mengingatkannku akan cerita masa lalu

Tentang sebuah temu yang berujung buntu

Tentang kita yang tak dapat bersatu

Karena sesuatu yang dianggap palsu


Kubuang semua derita tentang temu

Takkan ku izinkan hadir dalam rindu

Semua berawal karena salahmu

Membiarkanku menunggu kepastian darimu


Kepada angin yang berhembus lembut

Kutitipkan semua gejolak di hati

Berharap semua hilang

Tanpa perlu merindu


Di lorong hati paling dalam menanti hadirmu

Namun di ruang kesadaran kita berbeda rindu

Paradigmaku kali ini keliru 

Aku hanya sebuah pelarian bagimu


Luka yang dulu kau torehkan

Perlahan terkikis oleh waktu

Hingga kini telah berubah menjadi rindu

Namun tak berujung temu


Bolehkah sesekali aku melihat masa lalu?

Bolehkah kukenang kisah kita meski tanpa hadirmu?

Melupa memang butuh waktu

Tetapi aku ingin mengenangmu sekali lagi sebelum terganti orang baru


Ruang Maya, 24 November 2020

________

1. Ade Rifani

2. Laila Qurrata A'ayunina

3. Dessy Kurniawati

4. Tiara Damayanti

5. Diana Rahmawati

6. Leon Dwi Putra



Selamat Tinggal, Masa Lalu

Oleh Kelompok F


Secangkir tawa dalam hidupku

Setitik luka tersimpan di kalbu

Mengangankan yang tak pasti

Terkurung dalam dimensi ruang dan waktu


Lengkung senyummu masih segar dalam memori

Cokelat manik netramu

Memancarkan binar dusta

Tentang ia yang memenuhi separuh relungmu


Bagaimana dengan lukaku?

Usah khawatir

Waktu akan berbaik hati membasuh luka ini

Hingga lenyap segala sendu


Tak perlu bertanya bagaimana nanti

Cukup berkemas, pergi

Jangan pernah kembali

Sebab datangmu hanya 'kan mengoyak luka lagi


Terkurung dalam kenangan masa lalu

Perkara hari yang masih mengikat namamu

Itu bukan kehendak pun pilihanku

Namun, tekatku lepas sesak di hatiku


Kau ialah lembaran usang yang layak ditutup

Biarlah waktu yang menguburmu dalam-dalam

Sesekali izinkan aku menziarahimu

Dengan hati yang lebih lapang


Sudut Maya, 24 November 2020

________

1. Marzuqotun najiyah

2. Fauziyah H

3. Rosmalina

4. Annisa Fitri


Sebatas Kenang

Oleh Kelompok B


Sayang, kala itu kau sedang duduk manis sambil menungguku datang.

Membuat suasana alam terasa sangat menyejukkan.

Menebar senyuman dengan teramat anindya—hingga aku dewana.

Kini kau berhasil membuatku tak bisa melupakan kejadian terindah, kala itu.


Dulu, setiap waktu terasa berharga saat bersamamu.

Melewati hari penuh sayang darimu.

Perhatianmu, cintamu, membuatku beruntung memilikimu.

Namun, semua itu dulu sebelum aku berada jauh darimu.


Sayang, aku tahu semua sudah Tuhan rencanakan.

Kau dan aku, tidak dibersamakan.

Sebab, Tuhan lebih tahu arti kebahagiaan.

Meski begitu, aku sangat berterimakasih pada waktu.

Sebab hadiah terakhir yang diberikan oleh waktu adalah kenangan; bahwa kita pernah saling mengasihi; menyayangi; mencintai.


Kini, hanya waktu yang tertinggal.

Ada setitik harapan pernah terlukis indah di sana.

Membawa rinduku untukmu.

Namun, telah terkikis oleh waktu.


Sayang, dengan waktu kosong lambat lalunya di tepian jendela.

Pada musim lembab, akan kuurai larik-larik yang masih berbentuk enigma pada sepi di balik padang selebar jemari kita.

Pada hari seroja kembang. Akan kuisi hatiku dengan keluhmu dan berlalu.


Rintik hujan membasahi debu.

Perlahan awan membendung mentari.

Nostalgiaku kembali menari di memori.

Andai masa terputar kembali.

Ingin ku melukis kenangan itu lagi.


Palung Hati, 24/11/2020

________

1. Triana Valentina

2. Kurniadi

3. Fitri Ulfia

4. Khairun Muna

5. Lia Nisrina

6. Ananda Mella

Senin, 16 November 2020

[Antologi Puisi] Malaikat

https://unsplash.com/@withluke



I

Kusebut Malaikat

Kelompok D


Malam pukul tiga

Terdengar sayup tangis dan pinta

Mengiris hati dan menggetarkan jiwa


Sujudnya yang lama

Ditumpahkan segala keluh dan pinta

Untuk suami dan anaknya.


Aku, darah dagingnya

Ia, malaikatku

Sang penawar luka juga duka


Penjaga kasih sayang dalam pedihnya derita

Nafas yang tak pernah terjerembab oleh murka

Pengingat pagi yang tak lelah dalam lelap


Penawar hati dikala luka merebah

Tak lelah engkau selalu siaga

Menjaga harapan tak pernah hilang


Dekapnya adalah rumah paling nyaman

Bersama lembut belaian

Juga merdu kata yang disuarakan


Kata musisi ternama dalam lirik lagunya

Kakinya telanjang tanpak menari padahal mengais rejeki

Keringat ia jadikan kebahagian yang menunggu ketika kering


Maaf jika selama ini kerap lupa diri

Padahal berkatnya aku sanggup berdiri

Sebab doa-doanya yang tak pernah berhenti


Bait-bait berakhir

Kusemogakan bahagianya abadi kini terukir

Mengganti setiap keringat dan airmata yang pernah mengalir


Ruang sendu, 10 November 2020


Anggota yang mengerjakan:

-Fau

-Khotimah

-Alfad

-Rinam

-Himelda


II

Bunda, Malaikat yang Berpura-pura

Karya Kelompok A


Dalam senyummu kau sembunyikan lelahmu

Derita siang dan malam silih berganti

Tak menggetarkanmu memberi harapan baru untukku


Tubuh rentamu bukti perjuangan

Letih lelahmu bukti amanah pada Tuhan

Kelembutan dan senyummu bukti cinta


Meskipun raga suda sangat letih

Namun tak sedikitpun hal yang membuatmu mengeluh

Kau adalah malaikat penjaga dan pelindung untukku berteduh


Di setiap perjalanan hiduku

Untaian doa selalu kau alunkan dengan merdu

Agar aku dan keberhasilan berujung pada temu


Ku tahu tak ada yang bisa dibandingkan dengan jasamu

Tapi izinkan aku ungkapkan melalui untaian kata penuh makna

Kuceritakan kehebatanmu pada dunia


Malaikatku, kau sangat pandai mengambil hatiku

Dengan suara lemah lembutmu, dekap hangatmu, kecup bibirmu, bahkan dengan senyum manismu

Aku tenggelam dalam lautan cintamu


Malaikatku, aku tak ingin hidup tanpamu dan aku tak bisa

Aku ingin selalu merebahkan kepalaku di atas pangkuanmu

Sambil mendarkan banyak-kisah indah dari darimu 


Malaikatku

Tanpamu hidupku tidak berwarna

Hari-hariku tak banyak cerita, hati pun begitu hampa dirasa


Terimakasih atas segala kasih yang telah kau beri untukku tanpa pamrih

Kau jadikan aku seperti ratu dalam hidupmu

Kau cintai aku lebih dari kau mencintai dirimu sendiri

Ruang sendu, 10 November 2020


Anggota yang mengerjakan:

• Nabila

• Ananda Mella

• Ayu

• Diantiwikke

• Khairun Muna

• Syefi


III

Malaikat Berwujud Insan

‌Oleh Kelompok B


Gelap gulita malam tak ditemani cahaya terang

Hanya ada percikan api yang bergonta ganti

Menyilaukan mata yang tak bisa diterawang


Tergores pena pada tersibaknya tepian masa

Bertemu memoar remang, berteman sunyi yang tak tenang

Disapa rembulan malam penuh kelembutan; sendirian


Rupanya kisah ini adalah rumpang yang mulai usang

Nun jauh makna dalam aksara 

Berharap sajak pada rampung yang dibawa seseorang


Ramai terasa sunyi

Awan biru seakan memenuhi perenungan

Lelahkah batin ini? 


Lunar, sampaikanlah kisahku

Berilah asa penyemangatku

Siapapun, apapun


Tak selalu dengan sayap

Tak selalu dengan paras yang anggun

Tak selalu dengan tempat yang tinggi dan megah


Kaulah malaikat berwujud insan yang diberikan Tuhan untukku melengkapi segala kekurangan

Kau memberiku hidup indah, setelah sayapku patah

Hatimu adalah tempat ternyamanku untuk merebah


Lebih elok dari apapun

Selalu ada dalam sanubari

Tak pernah tergantikan


Malam kian larut

Goresan pena ini tak terenggut

Bersama insan bak malaikat, semoga harapan sajak ini telah disambut


Ruang maya, 10 November 2020


Anggota yang mengerjakan:

1. Az Zahra Firdaus Syachputri

2. Leon Dwi Putra

3. Sarika Sarah

4. Diana

5. Syifa

6. Henny


[Antologi Puisi] Janji


I

Bayang

Oleh Lilik Mar'atus Sholeha


Sajak manis terucap

Menyejukkan hati yang gemuruh

Tentang rangkain masa depan yang dinantikan

Atas hati yang telah menggantungkan


Walau hanya kata

Ia jadi sebuah jalan

Untuk hati yang telah berjalan tak tentu arah

Seperti daun yang dihempaskan angin


Rangkain kata yang menjadi harapan

Untuk hati yang hampir mati

Luka-luka dan bekas luka lalu

Masih segar terasa


Walau demikian 

Janji itu masih bayang

Yang bisa hilang 

Saat cahaya tenggelam


Cirebon, 12 November 2020


II

Katamu

Oleh Riri Lestari 


Kita bersua kembali suatu saat nanti, katamu 

Aku percaya begitu mudah sebab cintaku padamu

Lantas, kubiarkan kau pergi mencari mimpimu

Ku katakan, aku akan setia menunggu


Panjang waktu yang kita lewati membuatku ragu 

Kerap kali rindu menelisik, membisikkan pikiran miring tentangmu 

Ah, menyebalkan sekali ketika itu 

Namun sekelebat janjimu kembali bergemuru


Aku harus percaya, bukan? 

Yah, katanya cinta tulus haruslah saling memberi kepercayaan 

Namun pikiran liar tentangmu sangat menjengkelkan 

Sayang, lekaslah kembali dan membuat kenangan


Bone, 12 November 2020


III

Untuk Aku

Oleh Rohaya Fadilla


Berjanji tak lagi menyakiti begitu mudah merapal di bibir

Aku hanyalah pecundang yang selalu bersembunyi di balik kata "Janji."

Padahal dengan sengaja menyakiti diri sendiri lagi dan lagi


Kerap kali merayakan kemenangan dengan tangisan

Bahkan, memandang sebelah mata apa-apa yang aku capai

Janji sebagai alat penenang semata yang terucap saat bahagia melanda


Untuk aku

Aku tidak ingin memelukmu dengan luka pun memaksamu agar selalu bahagia

Tetapi, hari ini aku ingin sedikit mengurangi pengkhianatan


Aceh, 12 November 2020

[Antologi Puisi] Bukti




I

Bukti dari Hadirmu

Karya: Khairun Muna


Hadirmu membawa sejuta kedamaian dalam kehidupan

Hadirmu membuat saya selalu bersyukur atas ciptaan Tuhan

Menjalani hidup denganmu terasa selalu diberkahi oleh-Nya

Karenamu selalu membuat saya Istiqomah berada di jalan-Nya


Kini semesta telah memberi saya bukti – sekaligus kepercayaan 

Bahwa kamu pantas untuk diperjuangkan

Memberi sepenuhnya kasih sayang

Tanpa ada sedikitpun keraguan


Semesta izinkan saya melukis kisahnya dengan teramat manis

Menceritakan kebahagiaan kepada seluruh isi bumi

Supaya mereka tahu, bahwa memilikimu ialah rahmat terbesar yang pernah saya dapati

Mari menghabiskan waktu bersama – abadi selama-lamanya


Aceh, 12 November 2020


II

Barang Bukti

Karya: Alfad Nur Huda


Di tempat yang asing mata ingin menoleh di ufuk timur

Mata sedikit sayu ketika mentari esok mulai menyambar


Si kembar keras menjulang tinggi bertopi awan 

Kau sangat mengah 

Dan kau sangat gagah

Nyatanya kau mampu menghalangi raja surya tapi hanya sejenak 

Walau sekian detik kau mampu memberikan pantulan merah nan indah


Ku tak merasa berfikir 

Tapi otak sketika memikirkan 

Ya, itu dimensi dari tuhan... bawah sadar seorang insa ciptaan tuhan tak bisa di ragukan


Kemampuan alam akan sinkron dengan yang berpenghunip

Yang berpenghuni akan sinkron dengan dalam hati

Dalam hati akan sinkron dengan diri

Diri akan sinkron dengan tidak membohongi diri sendiri walau itu urusan cinta mencintai 


Lamongan, 12 November 2020


III

Bukti Palsu

Oleh Ananda Mella


Teruntuk seseorang yang gagal aku menangkan.

Terima kasih, pelukmu telah pernah menenangkan cemasku.

Terima kasih, belai tanganmu telah pernah memanjakanku.

Terima kasih, bibir lembutmu telah pernah memberi manis untuk bibirku.

Terima kasih, atas segala sikapmu memperlakukanku.

Terima kasih, atas segalanya; semua menjadi bukti bahwa kau hanya pura-pura mencintaiku.


Bogor, 12 November 2020

Minggu, 08 November 2020

[Puisi] Pagi di Bulan November

 


Oleh kelompok B


Aku beranjak dari lembar Oktober menuju November

Membuka lembar baru ditemani secangkir kopi

Pukul 3 pagi di awal Bulan November

Aku berdiri melihat hujan bertemu bumi

Melihat rintiknya mengetuk kaca


Sejenak menghirup udara pagi yang sunyi

Begitu menenangkan setelah begadang semalaman

Sembari menyeruput kopi dalam genggaman

Jemariku melukis dalam bayangan

Kaca yang berembun begitu menggoda untuk disentuh



Kira-kira November ada cerita apa ya?

Apapun itu semoga semakin tabah

Mampu memenangkan segala bentuk luka dan duka

Mampu mendatangkan ceria

Tertawa lepas meski di tengah bisingnya perkotaan


 Semilir bayu mulai menajam 

Membuat merinding apalagi kopiku sudah habis sejak tadi

Terlalu asik melukis sembari berangan 

Membuatku tak sadar fajar telah berpendar

Sedang rintik hujan masih jatuh membasahi bumi


Banyak harapan kupanjatkan

Semoga bulan ini penuh kebaikan

Tanpa ada duka dan bencana

Tanpa nestapa dalam rencana

Sebelum pergantian tahun tiba adanya



Dua bulan lagi tepatnya

Tahun baru kita rayakan

Berkumpul bersama menyulut kembang api

Sampai tidak mengingat pedihnya tahun ini

Novemberr...

Semoga kau memberikan kehangatan di tengah musim hujan


Bumantara, 3 November 2020


Oleh: 

1. Amalia Rahma K.

2. Aristiya Nuraini

[Puisi] Pengharapan November

 


Oleh Kelompok D


Detik demi detik kian menyeru

Membawaku jauh dipenghujung waktu

Nurani dan logika saling beradu

Apa mungkin November ini kita menyatu?

Sebab, sejak dulu aku menantikanmu 


Aku memandang simpulmu

Kuabadikan dalam nuraniku yang dangkal dan berbatu 

Serupa kisah diujung kenangan

Semoga pinta ini tak berakhir membisu


Malam ini akan kuceritakan

Pada Oktober dan penantian 

Semuanya menguras tenaga

Tentang harapan yang penuh warna

Untuk November yang sempurna


Kamu, satu-satunya yang ingin ku miliki

Biarpun terabaikan, aku tetap bertahan

Penantian adalah bentuk kesetiaan

Perjuangan keras tidak berhenti begitu saja

Harapku semoga adorasi ini tidak sia-sia


Izinkan aku meminta restu Tuhanmu

Landasan bahwa aku mencintaimu

Kuikrarkan pada semesta

Tanpa lelah aku menghapus air mata

Untuk bahagia diujung sana


Mengertilah wahai dambaan hati

Hanya dirimu yang selalu kunanti

Biarkanlah November ini menjadi saksi

Bahwa, kita akan saling berjanji

Untuk sehidup semati


Ruang Kolaborasi, 3 November 2020


Kelompok D: 

1.Fatcha Nurjanah 

2.Fera Dwi Haryati

3.Ghisna Rostiana

4.Glady Anliza Syaharani

5.Ismatu Ulya

[Puisi] Teruntuk November di Penghujung Cakrawala

 


Oleh Kelompok A


Kepadamu november

Berpaling sahutan tentang jiwa-jiwaku yang lemah

Banyak semoga yang beradu lantah

Menebar puing-puing doa menyentuh harapan

Mengkemas pecahan-pecahan masa lalu agar memangku kebaikan


Menelisik malam yang sunyi abadi

Disaat ribuan insan merebahkan raganya

Aku masih terjaga membesuk Sang Ilahi

Di atas sajadah aku bersujud pada-Nya

Merapalkan butir-butir doa


Segala harap tercurahkan

Memohon ampun untuk setiap kesalahan

Mengobarkan semangat yang kian menggelora

Dengan pancaran luka yang meraba-raba

Semoga menghilang lantas masa depan yang gemilang


Letih tiap tapak seakan menjadi kekuatan

Bak malakiat mengepakkan sayap menghangatkan

Menampi semangat juang menggapai impian

Berlari, berhenti, dan berlari lagi bukanlah halangan 

Demi meraih indahnya kebahagiaan


Tirai embun terbuka menampilkan kenangan abu

Mengingatkan akan tujuan belum berlabuh maju

Tercubit hati menyesali waktu berlalu

Terbuang sia-sia tanpa menunjukkan hal baru

Hingga termenung meniti rasa malu


Kini harapku tak banyak

Inginku menjadi sosok yang berarti

Beralih pribadi yang lebih baik

Mampu memberi kebahagiaan serta perubahan

Bagi para jiwa yang ingin kuperjuangkan


Ruang Diskusi, 3 November 2020

[Puisi Akrostik] Break Up

 


Oleh: Ananda Mella


Betapapun aku berusaha menghapusmu dari hatiku; aku tak mampu.

Ruang hatiku benar-benar penuh dengan dirimu.

Entah bagaimana sikapmu padaku kini; aku tetap mencintaimu.

Aku tak menganggap kita telah berakhir, tapi hanya memberi jeda untuk kemudian membangun kembali cinta yang sempat tertunda.

Kau tetap kekasihku, meski kutahu kau telah bersama seseorang yang baru.

Ukuran cintaku lebih tinggi dari gunung yang menjulang, pun lebih dalam dari dalamnya lautan.

Percayalah! Hanya kau satu-satunya orang yang kumau.


Bogor, 20.11.05

[Puisi Akrostik] Akmal




Oleh: Khairun Muna


Aksara kembali menghiasi bumi, dengan seuntai warna cukup lihai menarik pandangan mata.


Kilauan permatanya menembus kulit sampai ke ubun-ubun, kini sudah tak dapat ditahan. Ingin rasanya dituangkan, agar diri tidak kesakitan.


Matanya yang hitam mampu memberi ketenangan jiwa, semoga pancarannya cukup aku saja yang merasa.


Ambisius terus saja berpihak kepadanya, semoga ingin tidak salah dalam menentukan.


Lingkran bumi akan menjadi lingkaran kita, tinggal menunggu masa, dalam membentuk cerita dengan seutuhnya.


Aceh, 5 November 2020

[Puisi Akrostik] Ayah

 


Oleh: Ade Rifani


Alunan muratal di malam ini menggetarkan jiwaku. Mengingat sosok lelaki yang selalu menjadi penopang langkahku. Cinta pertama saatku lahir ke dunia. Lelaki pertama yang mampu bertahan dengan segala sikap manja.


Yang selalu sigap saat melihat mata sembab. Selalu menawarkan raga untuk bersandar tanpa kuminta. Menghadirkan peluk dalam setiap pelik yang ada. Menghapus semua duka lara yang menyapa


Aksa elang itu kian meredup termakan usia. Daksa tegap pun kian membungkuk karena semakin senja. Tangan yang dulu selalu menopang kini semakin keriput. Surai hitam pun kian memutih dibalik kopyah. 


 Hiruk pikuk kota telah kau lalui sepanjang usiamu. Tersimpan di balik aksa yang kian meredup. Kutitipkan harap dan doa pada sebait kata yang kupersembahkan untukmu, ayah.



Bandung, 05 November 2020

Senin, 26 Oktober 2020

[Puisi] Presensi Puisi



Oleh Kelompok F


Puisi adalah kata yang berbicara

Dari netra yang berkaca-kaca

Paduga dari sebuah presensi

Untuk intuisi yang mehadirkan afeksi



Puisi adalah penyampaian isi hati

Dari lerung tanpa perantara

Setiap katanya bermakna

Tanpa harus di jelaskan



Puisi adalah nada cinta

Tiap kata punya jiwa

Katanya lembut bak sutra

Kau pasti akan candu jika membacanya.



Puisi adalah kita

Menggenggam setiap cerita

Dibahasakan dalam sebuah kata

Lalu abadi di dalamnya.



Puisi adalah hidup kita

Langkah demi langkah kaki adalah diksi 

Puisi dapat menghidupi

Dengan berpuisi kau bisa menabung pundi bahagia



*Nusantara, 20 Oktober 2020*



Yang mengerjakan:

1. Novi Auliana P

2. Alvia Duz Jannah

3. Dini Nurlina

4. Adhistiya Nugraha

5. Baiq Suprianingsih

[Puisi] Vokal dan Konsonan



Oleh Kelompok C


Puisi adalah vokal dan konsonan

Yang tersusun menjadi kata bermakna

Serupa aku, kamu dan cinta


Puisi adalah klausa

Menunggu intonasi akhir yang menjadikannya utuh

Seperti aku menantimu


Aku ingin kamu menjadi bait dalam puisiku

Agar setiap baris merekah indah

memecah sunyi di hatimu


Aku ingin kamu menjadi tajuk dalam setiap puisiku

Yang menjiwai setiap aksara

Merebahkan segala lara


Puisi ialah rasa

Di balik rangkaian katanya

Ada bahasa hati yang mewakilinya


Dan bagiku, puisi ialah kamu.



Nusantara, 20 Oktober 2020


Anggota kelompok:

1. Andre Rifki Aji Saputro

2. Ghisna Rostiana

3. Nabilah Atiqah

4. ⁨Luli Mutia Putri⁩ 

5. Fatcha Nurjanah 

[Fiksi Mini] Sup Buatan Ibu

https://unsplash.com/@nci


Oleh Asfina Salma


"Ibu kenapa sup buatan ibu hari ini kurang asin, menurutku ibu terlalu sedikit menambahkan garam atau jangan-jangan lupa menambahkannya" ucap anak sulung pada ibunya


"Hmm... Kalau menurutku sup buatan ibu hari ini terlalu banyak wortel deh sampai-sampai aku merasa satu mangkuk ini isinya wortel semua" ucap anak bungsunya


"Kalau menurut bapak ini adalah sup ibu paling enak yang pernah bapak makan" ucap sang suami pada istrinya


"Kenapa begitu Pak?" tanya kedua anaknya


"Ya kalian terlalu repot mengurusi sup buatan ibu, kenapa tidak memuja masakannya hari ini? Iya kan Bu?" tanya sang suami


Sang istri yang mendengar penuturan suaminya hanya mampu tersenyum juga tersipu dihadapan keluarga kecilnya.

[Fiksi Mini] The Wedding

https://unsplash.com/@anna_vi_travel


Oleh Yuni Cahyaningsih


Hujan di luar saja tak kunjung reda. Kau menatap ke arah tanganmu yang gemetar. Bukan karena kedinginan, melainkan karena amarah yang kian bergejolak. 


Kau melihat bagaimana rangkulan tangan besar itu mengerat. Menuntun seorang wanita yang tersenyum begitu menyilaukan. Rahangmu mengeras. 


Janji suci menggema. Bersamaan dengannya, kau kehilangan tumpuan. Tubuhmu luruh di lantai. 


"Ibu ... jangan menikah dengannya!" Kau meraung kesal di depan altar.


Apa yang kau harapkan? Kau tau mereka tak akan mendengar. Tak hanya mereka, bahkan juga seluruh semesta. 


Kau berlari ke luar gereja, masih dengan gaunmu yang penuh noda merah pekat. Matamu menatap nanar ke arah sebuah mobil hitam yang bagasinya tertutup rapat. 


"Bagaimana cara mengeluarkan diriku dari sana dan mengungkap semuanya?"

[Puisi] Asmaraloka Semesta

 


Oleh Kelompok D


Kicau merpati sambut mentari

Iringi padi bak tari seudati

Semaikan damai bagi penduduk negeri


Raungan singa menggelegarkan alam di singgasana

Seruan kawanan bangau menyambut hangat sang raja 

Membuat resah hati menggila


Ikan pelangi nan indah

Meliuk dengan gundah

Danau pun semakin resah


Aku ingin menjadi nyamuk yang berdendang dengan daun

Menjadi kucing yang bahagia berdansa dibawah hujan

Serta menjadi lalat yang mampu menanggung getir dalam rimbun


Daun langit pun membayangi kehidupan anindya

Sinar baskara menghiasi asmaraloka satwa

Begitulah iri semesta bercerita


Paru-paru Dunia, 20 Oktober 2020



Anggota:

1. Ayu Purnama Sari

2. Fairuz Azhar Hibatullah

3. Ananda Mella O

4. Kurniadi

5. Mila Naura S

6. Triana Valentina A

[Puisi] Perih Tanpa Rintih



Oleh Kelompok F


Hamparan luas terdengar dengungan

Sontak porak porandakan pikiran

Mengaung keras tak ada tujuan

Rasanya sungguh pedih

Rumahku dihangus tanpa welas asih

Diratakan tanpa tebang pilih

Kemana lagi kami harus sembunyi?

Tempat ku yang indah kini tak lagi asri

Hilang berganti, gersang menyelimuti

Hutan tak lagi rindang

Rimba tak lagi belantara

Belukar tak lagi bersemak

Teringat sekelompok kawan

Yang mati akibat melawan

Yang tersisa tinggal ratapan


Pojok Rimba, 20 Oktober 2020

_________

Himelda

Marzuqotun Najiyah

Diana Rahmawati

Fauziyah Handayani

Fitri ulfia

Laila Qurrota A'yunina

[Puisi] Tentangmu

 



Oleh Kelompok A


Puisi bagiku adalah mengukir penaku untuk bercerita panjang lebar tentangmu

Menabur ribuan diksi dalam aksara yang seolah mengibaratkan sosokmu

Agar tak satu pun orang tahu bahwa aku tengah menceritakanmu


Baitan-baitan kalimat tersusun rapih dan indah

Batin pun seolah ikut terenyuh

Tangan yang menari diatas kertas tak pernah jenuh


Afeksi yang kian membesar hingga membuatku hilang akal

Aku ingin dirimu abadi bak puisi ini, begitu bibir terus merapal

Semoga disini kamu bersungguh untuk tinggal


Ruang Kolaborasi, 20 Oktober 2020


Kelompok A: 

1. Arni Hanan K 

2. Della Navira P

3. Fera Dwi Haryati

4. Nur Hidayah

5. Dhea Maharani

6. Nur Syafiqah

[Puisi] Jeritan Makhluk Bersayap

 

https://unsplash.com/@zmachacek

Oleh Kelompok B


Derik dalam rimba mengalun merdu

Memberisik masuk dalam rungu

Meninggalkan pesan untuk bernyanyi sendu


Air dan kayu menoleh pada waktu

Seekor makhluk bersayap, tunduk di kaki langit namun tak bisu

Suaranya nyaring, membelah gaung, memecah bising


Terbang, menari dan mengitari

Barisan cakrawala ibu pertiwi

Hanya untuk bertahan hidup dan lepas dari kata mati


Kekejaman insan, dicari-carinya tubuh ini

Kebodohan beberapa insan menghancurkan banyak harapan tragis

Keseimbangan alam menjeritkan tangis


Mengepak jejak di alam bebas

Panas dan dingin mereka hempas

Tak asing lagi dengan gema peluru sang pemburu


Tatapan tajam yang tak ingin bertarung kejam

"Kami makhluk hidup, kami ingin hidup!"

Semoga sajak ini menerangi jalan manusia berakal redup


Seolah tanda peristirahatan

Langkah kepak mulai terhenti 

Atas jejak siang tadi


__________________

Anggota yang mengerjakan:

• Mufarhan

• Fitriani

• Tiara

• Az Zahra Firdaus Syachputri

• Herdianti Wikke Yulian

• Syefi Dwiruhil M


Ruang Maya, 20 Oktober 2020

Kumpulan Diksi Awalan Huruf D-G

 


I

1. Daksa: Badan, tubuh

2. Dekap: Peluk

3. Derai: Butir-butir, suara rintikan air

4. Eka: Satu

5. Elegi: Syair ratapan dan dukacita

6. Faktitus: Imitasi

7. Gata: Telah pergi

8. Galaksi: Gugusan bintang

9. Gelabah: Sedih, gelisah

10. Gundah: Bimbang, sedih, gelisah.


II

1. Dakar : keras kepala

2. Dedau : berteriak

3. Dekorasi : hiasan

4.Eksploitir : memanfaatkan

5. Emisi : pengiriman

6. Filosof : ahli pikir

7. Fusta : perahu

8. Gandal : rintangan

9. Ganyah : menggosok

10. Gecar : gemetar



III

1.Daksa = badan; tubuh

2.Galaksi = gugusan bintang

3.galau = berat otak, bingung, kacau, karut.

4.DAHAYU = Cantik, molek, elok

5.Dama = Cinta kasih

6.DAYITA = Kekasih

7.GATA = Telah pergi

8.Diksi = Pilihan kata yang tepat & selaras

9.Gundah = Sedih, Bimbang, Gelisah

10.Gelabah = Kemenangan


IV

1. Derai => tiruan bunyi titik-titik air hujan yg jatuh di kaca

2. Dekap => peluk; lekap

3. Derap => tiruan bunyi kaki orang berjalan cepat

4. Daksa => badan; tubuh

5. Elok => baik; bagus; cantik

6. Erti => arti

7. Fraksi => bagian kecil; pecahn

8. Fraktus => Met awan yg berbentuk tidak teratur, yaitu dl bentuk pecahan awan yg di sana-sini tampak jelas

9. Gontai => lambat

10. Gelabah => kemenangan


V

1. Dalih: alasan yang di buat-buat untuk mendukung kebenaran perbuatannya. 

2. Dasa: sepuluh

3. Dayang: gadis atau pelayan di istana 

4. Dayuh: sedih

5. Egois: orang yang selalu mementingkan diri sendiri

6. Elegi: nyanyian yang mencerminkan suka duka/kesedihan

7. Elegan: anggun, wibawa, dan manis

8. Fase: tingkatan (masa/perkembangan) 

9. Garit: gores

10. Gegap: ramai sekali, riuh rendah


VI

1. Dewana = tergila-gila

2. Galaksi = gugusan bintang

3. Gundah = sedih; bimbang; gelisah

4. Galau = berat otak, binggung,  kacau

5. Gata = telah pergi

6. Dahayu = Cantik,  molek, elok

7. Dayita = kekasih

8. Dama = cinta kasih

9. Daksa = badan; tubuh

10. Fana = (hilang, mati); tidak kekal


VII

1. Derai : butir-butir

2. Dekret : keputusan

3. Epigram : syair yang pendek mengandung sindiran

4. Eksplisit : terus terang

5. Feodal : mengunakan pola pikir atau cara dari penguasa terdahulu

6. Fabel : manusia di perankan oleh binatang

7. Digresi : bagian yang tak terikat dari tema sastra

8. Esensi : Hal yang pokok

9. Fokalisasi : sudut pandang penceritaan

10. Gemirang : suka ria

11. Goding : pesan antar odading



VIII

1.Durjana=jahat

2.Durhaka=ingkar terhadap orang tua/Tuhan

3.Dambaan=keinginan yang kuat

4.Esa=tunggal

5.Empat mata=berdua saja

6.Fasik=buruk kelakuan

7.Fana=hilang/ mati

8.Fanatisme- kepercayaan yang terlalu kuat

9.Galang=barang yang dipasang melintang

10.Gagas=memikirkan sesuatu


IX

10 Diksi Berawalan Huruf D Sampai G

1. Daksa: Tubuh atau badan

2. Dasa: Sepuluh

3. Desersi: Bale-bale, tempat tidur

4. Dikara: Indah, mulia

5. Dura: Khawatir, susah

6. Durkarsa: Bengis, ganas

7. Galaba: Pilu, sedih

8. Gandewa: Busur panah

9. Gemintang: Susunan bintang

10. Gerun: Malu, takut



X

1. Daksa: badan/tubuh

2. Dewanan: tergila-gila

3. Dahayu: cantik, elok

4. Dekap = peuk, memeluk

5. Euforia: perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan

6.  Fana: dapat rusak (hilang, mati); tidak kekal

7.  Fase: tingkatan masa

8. Frekuensi: kekerapan

9. Firsasat: keadaan yang dirasakan

10. Gemintang : susunan bintang/peta bintang/rasi bintang


XI

1. Dura = khawatir, susah

2. Daksa = badan/tubuh

3. Dalih = alasan

4. Dewana = tergila-gila

5. Delusi = khayal

6. Dikara = indah, mulia

7. Dusta = bohong

8.  Gelabah = sedih/gelisah

9. Gamang = merasa takut/khawatir

10. Geta = singgahsana/tahta



XII

Derana: tahan dan tabah menderita sesuatu (tak lekas patah hati, putus asa, dsb)

Daksa: badan atau tubuh

Dersik: desir angin

Edukasi: mendidik

Fajar: cahaya kemerah-merahan di sebelah Timur

Fakir: orang yang sangat berkekurangan

Gagah: kuat

Gigih: teguh pendirian

Gerah: Panas



[Fiksi Mini] Skenario Kebahagiaan

https://unsplash.com/@ericjamesward


Oleh Fairuz Azhar Hibatullah


Di satu rumah sederhana, ada seorang suami yang sedang sibuk membentak istrinya.

“Kamu bisa jadi istri ngga sih?! Masa ngga ada makanan sama sekali, Hah?!” bentak suami kepada istri yang hanya diam dan menunduk itu.


Dalam waktu sekitar lima menit, sudah berkali-kali suami membentak istri dengan cara dan kalimat yang sama.


Di atas kursi ada seorang putri yang masih berumur 7 tahun sedang serius memperhatikan pertengkaran kedua orangtuanya.


Tiba-tiba dia berteriak.

“Ibuuu!! Waktu bagian ayah membentak ibu, ibu jangan senyum!!” teriaknya sambil menahan tawa


“Waktu ayah marah wajahnya lucu.” jawab istri sambil tertawa.


Mereka pun tertawa bersama, dan kembali lagi melanjutkan skenario sang putri yang ingin menjadi sutradara itu.

[Fiksi Mini] Pilu


https://unsplash.com/@kylebroad



Oleh Rina Mutiara

Kini bunga-bunga itu berhamburan di sana. Aku menatapnya dari kejauhan, sembari melangkahkan kaki meninggalkannya. Apakah dia tidak akan kesepian sendirian disana? Tanyaku dalam hati. Kainnya hampir tak kulepas dari pelukanku, pun bayangannya yang masih terjerembab dalam pikirku. Kaki ini bahkan tak sanggup untuk dilangkahkan, rasanya sandal yang ku pakai semakin berat untuk diangkat. Atau mungkin karena magnet bumi yang semakin menguat? Ah entahlah, rasaku kini tak karuan.

Beliau itu adalah sahabat sejatiku, seorang sahabat dari masa kecilku. Makhluk beruban yang menyayangiku lebih dari apapun. Memberikanku susu, minuman yang tak pernah bosan untuk ku teguk. Setelah kehilangannya, hidupku kini tak jelas arah. Sang pemberi nafkah sudah meninggalkanku sejak dulu, Salahku apa?. Kini aku berjalan mencari jalan hidup yang akan kutuju, akankah aku punya keluarga baru?





[Fiksi Mini] Keluarga bukan Rumah

 

https://unsplash.com/@royaannmiller

Oleh Rosmalina


Rumah bukan lagi tempatku pulang, piring bertebaran di lantai. Tak ada lagi sapaan hangat untukku, suara nyaring memekakkan. Semua sunyi, gelap. Aku bahkan tak tau lagi mana meja tempatku makan, hanya puing-puing kaca berhamburan. Tak ada lagi senyuman, semua hilang dalam keheningan malam. Suara langkah kakipun perlahan lenyap dalam sekali tikaman. "Ayah, ibu maaf aku lelah dengan pertengkaran," ucapku sembari menatap mereka yang tertidur pulas di lantai ruang makan.

Sabtu, 17 Oktober 2020

[Puisi] Oktober

 



Kau bukan bulan barisan depan 

Namun memiliki kenangan 

Tak banyak namun berkesan


Tak banyak memiliki kelebihan 

Hanya segelintir kisah yang terkenang 

Yang syarat akan perjuangan 


Kau tak lekang dari ingatan

Bulan bahasa diperingatkan

Dengan sumpah pemuda dari pejuang


Dunia bisa berkata dengan bahasa 

Beragam namun bisa saling paham 

Berbeda namun tak terpecah belah


-Bulan Terkenang, 2020


Kelompok F

1. Septi

2. Tiara Agil S.

3. Choirus Sholicha

[Puisi] Oktober Terbaik

 



Harapan baru sudah dilambung tinggikan sejak kedatanganmu

Duka yang terlewat semoga berganti suka yang indah

Menyajikan senyum merekah hingga kepulangan 


Bau hujan tak lagi sama

Bahkan angin kencang yang berhembus lirih membisikkan sebuah rasa lara yang berganti ceria

Dari luka lama yang perlahan memulih


Pucuk yang malu malu tumbuh

Sekarang mulai menghiasi sebatang pohon yang hampir mati

Hamparan rumput hijau bermunculan

Menghidupkan ladang hati yang gersang


Sedu sedan di gelap malam

Terganti fajar yang temaram

Makin terang, makin tentram

Menapaki langkah baru yang semula pilu


Ruang kosong itu kini tak lagi ada

Semenjak Oktober membuka mata

Memberinya isyarat bahwa ini sudah waktunya


Waktu kian mendekati

Kau yang menetap

Menjadikan Oktober terbaik yang pernah kumiliki


Indonesia, 13 Oktober 2020

Oleh: 

1. Lilik Mar'atus Sholeha

2. Rosidah

3. Lulu Dewi Saputri

4. Anisah Arrisahdini

5. Chicilia Rosa Linda Keban

6. Lutfiah Hesti

[Puisi] Luka Oktober




Oktober menyeretku dalam ingatan kelam

Duri-duri memori lalu menghujam dalam

Hatiku meredam


Terbayang kala raganya menjauh

Tanpa sedikit pun menoleh

Aku rapuh, hatiku riuh


Aku bunga yang layu kala senja

Bersama luka yang kubiarkan berkelana 

Mungkin memang Tuhan tak mentakdirkan kita bersama


Ranting-ranting yang mulai gugur

Kusematkan diksi indah sebagai pelipur

Biarkan ia jatuh dengan bahagia, tanpa lagi merasa kecewa


Biarkan saja kali ini luka tertawa

Menginjak-injak rasa yang tak lagi berupa

Hingga tiba saatnya, tak ada luka yang mampu bersua


Yang mengerjakan kelompok G


1. Rohaya Fadilla

2. Raisya

3. Riska Awaliya

4. Haflah

[Puisi] Fantasi Senja Hari

 


Oleh Fera Dwi Haryati


Meneguk perlahan secangkir kopi

Sambil menatap bagaskara yang akan pergi

Begitu indah afsunnya kali ini

Sebab saat ini kamu ada di sini


Namun itu hanyalah bagian dari khayalku

Nyatanya kini kamu bukan lagi milikku

Seiring dengan kepergian bagaskara hari itu

Kamu pergi dan membiarkan aku di dekap sendu


Sungguh aku bahagia

Meski hanya mampu menghayalkanmu di bawah langit jingga

Biarlah setiap luka menjadi nikmat paling lara

Sampai suatu hari nanti mengering dengan sendirinya


Kalimantan Timur, 15 Oktober 2020

[Puisi] Kita Berpayung Rindu

 


Oleh Nursid


Rinai menjelma titik-titik rindu

Berpangku angin menderu

Berselimut dingin 

Terpaku


Gelombang sunyi terdampar semu

Sontak teringat senyummu

Memecah sanubari

Renungku


Manjamu

Berderet tangisku

Bunyi rinai menyedihkanku

Kau pergi jauh tinggalkanku


Kita

Sebilah kisah

Menyadarkan semua mimpiku

Masa lalu menohok dadaku




Banten, 15 Oktober 2020