Senin, 12 April 2021

[Antologi Puisi] Aku Ingin


Hamparan Sajadah

Oleh Qonitia Lutfiah


Saat tak ada lagi tempat berkisah, pilihanku hanya berserah di atas hamparan sajadah. Mengudarakan senandung doa agar basirahku merasa lebih tentram. Mengadu padaNya mengenai sekelumit masalah yang membuat galabah. Sebab kuyakin berharap padaNya tak akan berakhir kecewa.


Meski aku harus menunggu untuk jawaban dari segala semoga. Aku akan setia menjadikan sajadah untuk tempatku pulang. Menjadi saksi atas air mata yang tak kutumpahkan pada manusia. Pun saksi atas perbincanganku bersama Sang Pencipta.


Melalui kenyamanan yang disuguhkan membuatku menjadi betah untuk mengadukan segala cerita. Mulai dari kisah harsa hingga kisah yang berujung luka. Terima kasih telah menjadi tempat pulangku yang memberi ketenangan ketika mengadu kepada Tuhan. Hingga aku tak dapat menjadikan manusia sebagai tempat yang memberi pelukan.


Lampung, 8 April 2021



Aku Ingin, Namun Enggan

Oleh Ananda Mella


Suatu malam, kesedihan memelukku dengan erat hingga menyesakkan dada, sendirian, tanpa siapa-siapa, bahkan Tuhan; pikirku. Aku tidak tahu mesti bercerita pada siapa, aku kehilangan semuanya.


Aku ingin pulang, namun enggan, rumahku hilang fungsi, keluargaku lupa peran, kehangatan tak lagi ada di dalamnya, dingin, dingin sekali.


Namun sesak jika terus kupendam, lelah jika terus berjalan tanpa arah, aku butuh peluk, itu saja, tak apa tak lama, sungguh, aku ingin pulang dan menumpahkan segala ceritaku seperti kebanyakan anak pada umumnya.


Bogor, 21.04.08



Aku Ingin Menetap

Oleh Rosmalina


Aku masih menetap, tidak ingin beranjak barang sejenak. Lukaku tak lagi parah namun masih meninggalkan jejak dan diam adalah keputusan yang tepat.


Bukan nyaman pun tak dikenang, hanya saja patah membuatku tak ingin dikenal. Sulit rasanya memulai dan bila tepat tak bisa meninggalkan.


Aku tak ingin mencari tempat untuk pulang, biar saja Tuhan menentukan. Sekarang lebih dari cukup untuk dibanggakan, hanya saja kau mungkin aku butuhkan.


Ruang rindu, 8 April 2021

[Antologi Puisi] Waktu




Garis Waktu Persahabatan

Oleh: 1. Lia Nisrina 

           2. Nabila Ramadina

           3. Ananda Mella


Setiap detikku tak pernah hambar dan sunyi

Kau membuatku tidak takut manjalani hari

Meskipun beragam duri menghampiri 

Bersamamu, semua itu terasa mudah kulalui


Kita serupa tubuh

Salah satu jatuh, sama-sama merasa rapuh

Saling menguatkan untuk sembuh

Kemudian memeluk rindu yang utuh


Hadirmu bagai kesucian yang menghapuskan debu

Hingga aku mampu dan sangat mau berkorban untukmu

Melindungimu, menggenggam tanganmu, menyemangati dan menyinarimu,

Karena akupun tahu, kamu akan melakukannya untukku


Sahabat, aku tidak ingin hubungan kita pegat

Teruslah saling memeluk dengan erat

Jika kesalahpahaman datang menjerat

Hadapi dan yakinlah, bahwa hal itu hanya sekadar lewat


Tanah Air, 6 April 2021




Naungan Waktu

Oleh Leon Dwi Putra


Langit yang menguning

Membuatku tak ingin berhenti menghening

Kisah indah kita yang dulu

Takkan pernah sirna, meski di telan waktu


Kini, temu adalah hal yang paling aku inginkan

Segala rindu tentangmu

Telah kubaitkan dalam buku

Mendalam, dalam sanubariku


Di manakah bisa kutemukan kamu

Selain dalam mimpi

Selain berkunjung pada pusaramu

Sungguh, aku rindu segala tentangmu


Sahabat..

Jika saja aku bisa memintamu kembali 

Jika saja Tuhan memberiku syarat atas kembalinya kamu

Aku akan melakukannya


Tetapi, pada akhirnya aku sadar

Bumi beserta isinya tidak abadi

Yang hidup akan mati

Yang berjanji selalu bersama, akan pergi


Indonesia, 06 April 2021



Ujung Temu

Oleh Kelompok D 


Kala malam telah redup

Dan cahaya terang mulai menghilang

Asap kabut mungkinkan menyerang

Pun ketakutan kan menggelapkan


Asa merasuk dalam kalbu

Tapi tak seorangpun yang merasakan syahdu

Getar jiwa mulai mengadu

Lalu berteriak menjadi satu


Saat suasana lagi sendu

Ku selalu bersua dihadapanmu

Bicara sesuatu yang aku tahu, dan kamu bercerita tentang hidup yang kelabu


Jika kau tahu, betapa sungguh

Sesungguhnya kalian yang aku rindu

Di saat kenangan menjelma menjadi bayang yang kini kian terngiang


Ku lepas tawa bersama dengan hati utuh 

Bahwa cinta bukan hanya hanya soal rasa, tapi ini tentang kita disaat bersama. 

Kau pada saat nanti yang akan menjadi saksi 


Tertulisnya kisah hidup di atas kertas bertintakan rindu,

Kau yang menjadi sebab alur cerita hidup semakin menarik, kaulah sahabat.

Dan akan kah kita seiya sekata, sobat? 


Ruang Kita, 6 April 2021

Minggu, 04 April 2021

[Antologi Prosais] Hati



Misteri Hati

Oleh: Siti Azizah 


Kala bel pulang berdentang, hampir seluruh peserta didik berhamburan keluar gerbang. Kumencari sosok gadis berkerudung panjang yang kucintai. Sebuah tamparan terasa jelas di hatiku. Bagaimana tidak, wanita yang kucintai membentak penuh angkara. Menghancurkan harap dapat membangun kisah bersama. Tak lain alasannya, karena kuungkapkan rasa sukaku padanya. Demikian yang ia lakukan, kala kugenggam tangannya sembari menyodorkan bunga.


Bel pulang yang menyakitkan, bersama tamparan yang membuatku bertanya-tanya. Apa salahku hingga gadis lembut itu berlaku kasar padaku? Menyusuri langkah, kumencari sebuah jawaban. 


Lima tahun berlalu sejak kejadian itu. Tak kusangka, usai berpisah tahun-tahun lamanya. Kembali kutatap wajah manis itu, dengan binar matanya ke arahku. Dengan sungguh, ia bulatkan tekadku. Lalu kuucap ikrar akad suci, pun kami menjadi suami istri. Bel pulang itu tak lagi kubenci. Pun tamparan itu tak lagi jadi misteri. Ia hanya menjaga, agar tanganku terhindar dari panasnya neraka. Kini kusadari, kesungguhan cinta bukanlah dengan bunga, melainkan mahar dan ijab 'saya terima nikah dan kawinnya... '


Gudang Ilmu, 01 April 2021



Gubung Ilmu Punya Cerita

Oleh: Diantiwikke


Aku langkahkan kaki tanpa keraguan, melenggang diantara siswa-siswa yang lain. Tidak ada ketakutan bersemayan, meski aku adalah siswa baru di SMP ini. Hari pertamaku terasa begitu menyenangkan berjumpa suasana dan teman baru. 


Tidak pernah terbayangkan. Hari kedua, aku akan mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Ketika aku menginjakkan kaki di koridor sekolahan, tiba-tiba ada seorang laki-laki menjegalku hingga terjatuh. Tidak hanya itu, dia mengolok-ngolok diriku "Hey teman-teman lihat ini, masa gitu saja tumbang". Hatiku meletup-letup, seakan gunung berapi siap meletus. Tetapi aku memilih menyimpan amarah itu dan meninggalkan laki-laki itu. Terhitung sejak hari itu, aku selalu diganggu olehnya. Hingga tiba saatnya, aku dibuat tak sadarkan diri. Karena bola basket sengaja ia lempar ke arahku. 


Tiga bulan pun telah berlalu. Setelah kejadian terakhir itu, dia tidak lagi menggangguku. Semuanya sudah selesai, duduk perkaranya pun sudah diketahui. Bahwa dia bahagia jika melihatku terluka. Ternyata ia kakak tiriku, anak kedua papi bersama mantan istri yang dulu. 


Tuban, 01 April 2021



Keluarga Kedua

Oleh: Qonitia Lutfiah


Berusaha kuat dengan segala badai yang menghiasi awanku setiap hari. Tapi, di sekolah aku masih memiliki mereka yang selalu membuatku bahagia. Pagi ini, aku di sambut oleh obrolan receh dari mereka. Mereka sangat tahu akan kondisiku yang tidak baik-baik saja. Hingga tiba-tiba suara bel mulai menyeruak ke penjuru sekolah yang menandakan bahwa kegiatan belajar akan segera di mulai. Seorang guru fisika memasuki kelasku. Semua menyambut dengan menjawab salamnya.


Aku terkejut ketika guru itu memerintahkanku untuk maju menjawab pertanyaannya. Perlahan kulangkahkan kakiku ke depan kelas. Tapi, belum sampai di depan kelas, terdengar suara pintu terbuka. 


"Maaf pak, saya terlambat" suara itu menggema di ruang kelasku. Dalam hatiku bersyukur karena cowok paling nakal di kelasku berhasil membuatku kembali duduk. Sebab aku sangat tidak suka dengan pelajaran yang menguras tenaga seperti fisika. Lalu, aku kembali membangun konsentrasi mendengarkan pidato singkat guru dan alasan standar cowok itu. Akhirnya, bel istirahat memecahkan ketegangan di antara keduanya. Kemudian aku lebih memilih bercerita kepada teman kelasku tentang kejadian kemarin. Semua yang mendengarkan menampakkan raut sedihnya. Hingga mereka memelukku untuk memberikan kekuatan atas semua beban yang aku tanggung sendirian. Tuhan, terima kasih telah memberikan keluarga kedua dalam hidupku yang selalu menyayangiku.


Lampung, 01 April 2021

[Antologi Puisi] Alam



Jalan Menuju Lautan

Kelompok B:


Papan yang berlubang

Tali yang longgar

Jalan menuju lautan

Lapuk temakan zaman


Samudera mengoyak pelabuhan

Ombak memecah keagungan

Dermaga itu tetap bertahan

Walau anca membayang rintang


Ke mana arah tujuan

Jika aku hanya menjadi tempat singgahan

Ke mana aku akan pulang

Jika belum kutemukan cinta dengan hati yang lapang


Dermaga yang berdiri kokoh menawan

Tempat singgah kenangan

Pun perginya kenangan

Debur ombak saksi pertemuan dua insan


Indonesia, 30 Maret 2021



Dermaga Kenangan

Kelompok C 


Kegelapan malam nan sunyi

Aku duduk terdiam di tepian dermaga

Menyisakan hati yang penuh kesunyian

Berharap sang rembulan datang menemani


Tapi berjam waktu sudah kuhabiskan

Untuk hal yang sama sekali tak terbalas

Rasanya penantian tak ingin beranjak

Meski pikiran sudah tiada di tempat


Kucoba lagi untuk diam

Menunggu di dermaga sunyi

Ditemani kerlap kerlip bintang

Yang seakan membawa harapan


Hingga terdengar riuh sarayu lautan

Memikat angan penuh pengharapan

Menjadikan kisah kita sulit dilupakan

Sebab dermaga menyimpan banyak kenangan


Mengukir kisah yang pernah ada

Kau tak pernah terlupa oleh ingatan

Sampai ragapun hilang sekalian

Dermaga tetap pemenang di hatiku


Tempat ini selalu jadi yang terbaik

Perihal menjaga ingatan tentangmu

Di sini, tempat kita mengukir senyum dan tawa

Menjaga rasa agar tak lekang selamanya


Sudut Laut, 30 Maret 2021



Pelabuhan Rasa 

Kelompok E 


Tempat dimana lepas semua rasa.

Tak lagi kudekap hangatnya raga

Raga yang selalu menenangkan jiwa.

Di sini, perpisahan dan air mata melepas dengan ikhlas. 


Sembilan belas lewat tiga puluh malam

Kibaran bendera kapal hampir tak nampak mata

Kini yang tertinggal hanyalah kelam 

Jua hati yang hancur porak poranda. 


Saat hati terpanggil olehnya

Sebab tak mampu membendung rasa

Aku datang duduk Termangu menatap langit

Semilir angin menyapa pada hati yang menjerit.


Pelabuhan Rindu, 30 Maret 2021