Minggu, 25 Juli 2021

[Antologi Puisi] Virus





Apakah Ini Sudah Tepat?

Oleh Kelompok C


Di tengah pandemi seperti ini

Mengais-ngais rejeki

Lebih susah dari biasanya

Dan aku, makan sisa nasi kemarin


Corona

Dalam sekejap kau guncangkan dunia

Meluluhlantahkan perekonomian 

Dan mengubah peradaban manusia


Karena virus 

Banyak manusia yang menjadi kurus

Jiwa yang tak terurus 

Karena harga makanan yang tak lagi mampu ditebus


Oh, Negara..

Sudah susah dibuat semakin resah

Kerja di PHK, berniaga ditutup paksa

Tak mampu bayar denda diancam penjara


Apakah ini sudah tepat?

Kami diminta diam di tempat

Tapi bantuan sosial tak kunjung didapat

Lantas, bagaimana nasib kami para rakyat


Bagai tertusuk duri

Sakit sekali hati ini

Setiap malam hanya pikir anak istri

Tuhan, hamba pasrah dengan keadaan ini


Para pemimpin negeri,

Dengarlah keluhan kami

Entah apakah kami mampu bertahan dari virus ini

Atau malah perlahan mati karena tak mampu hidupi diri


Ruang Diskusi

22 Juli 2021


Kelompok C

1. Naily Tazkiyyah S

2. Muhammad Fauzan Cahyoko

3. Nia Rahmawati


Si Tak Terlihat

Oleh Kelompok A 


Ia datang mengetuk pintu bumi 

Tak beraga tapi menakuti 

Hidup bersarang ia geluti

Membuat manusia mati 


Ia membuat sesak 

Tidak hanya sesak rindu tapi sesak nafas 

Ia membuat jarak 

Tidak hanya jarak sosial tapi jarak kita 


Dia membuat gentar di mana mana 

Ia merenggut suka dan tawa 

Menebar duka dan derita 

Kehilangan adalah cara 


Tua muda ia datangi 

Selagi manusia tidak menjaga diri 

Bersiaplah menghadapi 

Karna virus ini enggan lari 


Tak ada obat ampuh 

Selain sabar dan doa 

Tak ada jalan lain 

Selain bertaqwa pada tuhan yang esa 


Berhenti menyakiti 

Kita saling mengobati 

Karna virus ini bukan di takuti 

Tapi bersatu kita lewati 


Kamis, 22 Juli 2021


Anggota 

1. Andi Rusmana 

2. Mardiah hayati 

3. Nurhalisa 

4. Setrio Hardinata 

5. Ismatu Ulya 

6. Eka Saputri


Sang Niqab Indah Pembawa Virus Cinta

Oleh Kelompok D


Aku sudah mencintaimu dari awal 

Dari pertemuan tak sengaja di sudut kota 

Mungkin, kau tidak menyadarinya

Karna dari awal memang hanya aku yang penasaran 


Mataku terpaku pada manusia-manusia kota yang menghalangi wajahnya dengan penutup kain 

Jarak-jarak menghalangi mereka untuk saling bertegur sapa 

Pandanganku teralihkan kepadamu, engkau yang berdiri tidak seberapa jauh di hadapanku.


Niqab hitam yang terlilit di wajahmu, dengan hijab yang panjang menutupi lekuk tubuhmu membuatmu terlihat berbeda dari manusia-manusia di sekeliling sudut kota ini.


Cahaya merah di sudut kota tidak mampu menutupi rona merah jambu di kedua pipiku 

Aku melihatmu diam-diam mencuri pandang 

Aku tergoyah oleh virusmu


Dengan berlahan kau menjalar hampir ke seluruh nadi ini 

Dengan diam kau mampu membungkam isi kepalaku 

Setelah hari itu, kau berhasil merenggut seluruh isi perutku 

Menerbangkan kupu-kupu yang ingin ku jaga sepenuh hati


Walau tak kasat mata, namun tetap terasa nyata

Terhirup pada setiap napas lalu menyebar melalui aliran darah

Asmaraloka menyeruak dalam sanubari

Virus cinta mengetuk pintu hati temaram.


Virtual, 22 Juli 2021


Nama Kelompok:

1. Nurjannah 

2. Nursyafiqah

3. Zuraida

Sabtu, 17 Juli 2021

[Puisi] Ambigu Buta Kasih Ibu

 



Kisah tentang kasih yang melebihi samudera

Cinta yang suci lagi tinggi

Yang bila buahnya terluka

Pohonnya juga ikut merintih kesakitan


Ada angin yang ditumpangi debu

Meletup satu-satu menjadi bongkahan batu

Seorang ibu mengalir banyu

Lupa, cara mengayuh sampan ke mana hendak dituju.


Tetapi bunda adalah perwujudan cinta 

Dalam suka atau duka

Dalam terang atau kelam

Ia hadir bagai satu raga


Ibu adalah ibu

Kasih sayangnya tak pernah berdebu

Walaupun mulutnya sudah kelu

Untuk mengatakan kesalahan, yang kemudian ia anggap angin lalu


Anak salah kenapa dibela

Begitu sanggahan mereka

Hanya bisa menatap, meratap

Yang kutahu, kasih ibu sepanjang masa


Saking dalamnya cinta

Membuat percaya jadi buta

Menghilangkan kebenaran yang ada

Sang ibu tak salah hanya kasihnya saja yang buta arah


Selasa, 13 Juli 2021

Bumi Aksara


KELOMPOK E

1. Ismatu Ulya

2. Bagus Randa Taufan 

3. Ramlan Chasani

4. Ai Criyani  

5. Yurna Jingga Sitara

6. Mifta

Selasa, 13 Juli 2021

[Antologi Puisi] Rinai Hujan




Hujan Malam Tadi

Kelompok: D


Rahasia embun merekah di malam sunyi

Menyusut di pagi hari

Melati putih di taman, pekarangan rumahku 

Lembab didera hujan subuh tadi


Matahari mulai menampakan sinarnya

Jalanan yang basah

Dan aroma petrikor yang menyengat di udara

Seakan memberi tanda; bahwa permulaan hari sudah dimulai


Dingin masih membekas begitu kuat

Burung kenari bersiul di dahan tua

Menerpa dedaunan layu tersiram rinai

Menyisakan dingin yang belum sempat diselimuti surya


Syam muncul di ufuk timur 

Sinarnya menembus hingga sudut-sudut kosong

Berharap menghangati jasad kaku

Namun layu di lahap waktu


Dari langit yang perlahan membiru

Dan langkahku yang membeku

Bidari turun ke bumi

Mengucapkan selamat pagi


Atas hujan malam tadi

Membasahi lumbung-lumbung dan atap rumahku

Menjejal melati kesayanganku

Aku terbangun karena mentari mengetuk pintu kamarku


Rumahku, 6 Juli 2021



Oleh:

Murlin Andaka

Bagus Randa Taufan 

Naily Tazkiyyah

Muhammad Zaenudin



Rinai Rindu tentang Hujan di Kota Kecil

Oleh: Kelompok E


Mega sedu berarak keruh.

Riuh bayu mulai berdesir menderuh.

Rinai hujan dari langit, kembali jatuh.

Berlarut dengan air mata pedih yang sudah tak kenal utuh.


Bersama hujan yang mengguyur kota kecil tempat kutinggal.

Aku merindu sosok istemewa yang buatku bahagia, dulu.

Senyum manis milikmu masih kusimpan rapat dalam hati.

Bisakah kuulang masa terindah itu?


Asa yang kutoreh hanyut dalam gemuruh.

Hantarkan hati yang semakin menjauh dari kata kenal.

Kita sudah berjarak, selamanya akan menjadi debu yang menganak sungai.

Membenam rindu menjadi abu dari bakaran kayu kehidupan.


Atma beradu dengan nestapa.

Menatap memori lama, menyayat jiwa.

Menusuk rindu hingga menyeruak keluar.

Dengan satu tarikan napas yang terdengar gusar.


Waktu, putarlah kembali pada 5 tahun yang lalu.

Di saat semuanya masih terasa utuh.

Dekapanmu, membuatku tenang.

Dan kini, hanya bisa kukenang.


Kenangan yang menjadi saksi bisu dahulu.

Apa aku bisa melupakan samudra yang membawakan gemuruh pada masa laluku? 

Aku terlanjur masuk ke dalam bilik gelap penuh duri.

Yang membawaku dalam kenangan waktu yang saban hari kian menyakiti



Nusantara, 6 Juli 2021



Oleh:

1. Agnesia Salimba 

2. Ryania Kartika

3. Mardhiah Hayati

4. Rizka Munira

5. Ira Rianti

6. Sofia Dharmayanti



Luka di Rinai Hujan

Oleh: Kelompok F


Rintik sendu memutar kenangan lalu

Dalam remang ku rajut sajak kelu

Aku rindu pada rinai hujan

Yang tiap perciknya selalu hadirkan harapan


Nyeri yang kau berikan, kuresapi di antara hujan

Sembilu yang menjalar kusembunyikan dalam kebasahan

Kau berikan luka yang begitu menyayat jiwa


Memang rasanya menyakitkan

Tapi inilah kenyataan

Saat angan hampir tergenggam

Takdir perpisahan datang menerkam


Rintik yang berirama

Menjadi saksi atas sebuah drama

Penantian yang dibalas penghianatan

Biarlah tenggelam dalam kenangan


Gemuruh mengantarkan peluh 

Pada setiap percik yang jatuh membasahiku

Tapi tak mengapa

Perlahan 'kan ku coba terima


Bangkit dan kembali meniti hati

Berjalan menuju tujuan

Di sela-sela gemercik rinai hujan

Ku coba kembali rapalkan harapan



Ruang diskusi, 6 Juli 2021


Oleh: 

1. Denta Helda Anissa

2. Nia Rahmawati

3. Setrio Hardinata

4. Zuraida

Senin, 05 Juli 2021

[Antologi Puisi] Kehilangan




Kehilangan

Oleh: 

1. Dessy Kurniawati

2. Sarika Sarah

3. Noviyanti

4. Its Leon


Seribu bayang penuh tanya di pesisir hati

Dari ingatan yang masih segar

Hilangnya kau dari hidupku

Begitu membuat patah hati


Cinta yang sempat tertanam

Namun dengan sekejap pergi

Asmara yang sempat kita rasakan

Berlalu menjadi sepi


Kebisuan langit malam

Sering timbulkan gumpalan angan

Sering terbesit di sepertiga malam

Untuk melepas semua kenangan


Meski mendung di langit tak hujan

Mendung di mata kian berjatuhan

Teringat lagi sosok yang dirindukan

Selepas diterpa badai perpisahan


Ruang Diskusi, 29 Juni 2021


Muara Kehilangan

Oleh: ⁩Syifa, dkk. 


Kamu adalah muara adiksi

Daksa yang pernah menyuarakan persuasi

Setelah dirimu menjadikanku seolah maharani

Kini kau raib meniadakan kata permisi


Aku berjalan henti tanpa arah

Lalu tiba di tempat antah berantah

Kini ranting tua telah patah

Begitu pun hati yang tak lagi cerah


Gelap, gusar, kasar, dan menyakitkan

Cukup mengajarkan tentang kesendirian

Bunyi gemericik rintik hujan

Kini mengajarkan kepasrahan


Di ujung keputusasaan 

Mencari sebuah kerinduan 

Mungkin kau titipkan pada sang bulan

Tenang dalam harapan


Ruang H, 29 Juni 2021



Perihal Kehilangan

Oleh:

1. @⁨Aqdi⁩ 

2. @Tiaraa

3. @⁨Rusman Alvaro⁩ 


Aku kini daun

Yang kehilangan alun

Aku kini riak

Yang sunyi tanpa ombak


Hati seketika membeku mengkristal

Tak kan lagi aku mencari atau menyesali

Cinta tirani itu kata utopis yang gagal

Waktu menyadarkanku lagi dan lagi


Hidup layak disebut sebuah sinema 

Kenyataan lebih menyakitkan 

Sakit tetaplah sakit, patah tetaplah patah

Tak ada peran pengganti untuk kisah pemuda patah hati


Kini lengkaplah sudah kesunyian hidupku

Kau yang pernah mengisi perlahan menghilang tanpa jejak

Mungkinkah hubungan setahun ini, terhapus oleh dia yang baru sehari berjumpa

Kasih...


Lengkara Hati, 29 Juni 2021

[Antologi Prosais] Asa





Lihat! 

Oleh Noviyanti


Malam hari telah tiba, Kaku dan Lelah jadi santapan setiap harinya, Menggerutu tentang kegagalan hari ini juga jadi rutinitas, Tak sedikit banyak amarah yang terpendam.

Lepaskan semuanya, lepaskan belenggu yang tak jelas, Perbaiki banyaknya kegagalan untuk tidak terulang lagi.

Cukup, sudahi semua pikiran yang tak perlu dipikirkan, itu sangat menyiksa setiap malam.

Lihatlah sekarang, aku lebih bahagia karena melepaskan belenggu, lebih bahagia untuk menerima kegagalan, dan lebih siap memperbaiki segalanya.


1 Juli 2021



Gadis Tabah

 Qonitia Lutfiah


Langkah kecil gadis yang selalu menggengam asa berjalan menyusuri lembah penuh rahasia. Berhenti di perjalanan bernama masa remaja. Mencoba berbagai hal yang belum pernah dicoba. Mengenal semua manusia yang pernah dijumpa. 

Namun, ombak mulai bergelombang ke arahnya. Mengikis sedikit asa yang pernah tercipta. Sebab bertemu dengan sosok yang menorehkan luka. Hingga gadis itu memutuskan untuk melupa. 

Beranjak dari rasa yang pernah ada agar tak merusak segala asa. Menerima segala rencana semesta yang terkadang membuatnya tertawa pun kecewa. Terima kasih gadis baik yang selalu berusaha menerima. Terima kasih telah tabah menghadapi segala ujian semesta. 


Ruang Rasa, 1 Juli 2021



Noda Telah Dikorek

Oleh Herly 


Dulu Aku pemaksa, ya memaksa apa yang kumau. Mulai dari sepatu, baju yang terletak di kaca. Ya, menarik memang, membuat Aku tak memikirkan ternyata Ibuku tak punya uang untuk membelinya. Aku bersama Ibu meninggalkan toko itu. Dan ditempat lain, tak jauh dari toko tadi. Ibuku menjelaskan bahwa uangnya tak cukup untuk mendapatkan barang yang kusuka. Sehingga Aku menangis meronta-ronta tak mau pulang sampai mendapatkannya. Sampai aku dipaksa dan diberi makanan tahu potong. Agar menangisku reda lalu pulang.

Dibalik itu, kini Aku yang telah diujung menulis skripsi. Orang yang akan berjuang untuk rupiah. Sangat menyesal atas egoisku dulu. Membuat Ibuku sedih atas kegagalannya memenuhi keinginanku. Padahal Ibuku berjuang mendapatkan rupiah dari pagi sampai malam. Ya sebelum ayam berkokok sampai malam menunjukkan gelapnya untuk uang sekolahku yang pernah menunggak. Ya, Aku baru sadar sekarang. Bahwa Aku akan mengalami sulitnya itu. Namun aku yakin bahwa ini menjadi pelajaranku. Diriku dimasa lalu sudah tidak terulang. Kini Aku harus menahan egoku sendiri. Mengatur hidup. Karena sekarang telah berbeda, bahkan berbanding terbalik. Sebalik kisah yang tak apik.


Ruang sadar, 1 Juli 2021

Sabtu, 03 Juli 2021

[Antologi Puisi Akrostik] Buah


DURI DURIAN

Oleh Setrio Hardinata


Datangnya yang tak disangka-sangka

Untuk membawa kabar gembira

Raut mukanya yang merah merona

Indah ucapannya yang menyejukkan jiwa


Dialah sang pembawa berita

Undangan nikah yang berlangsung meriah

Remuk redam perasaan di dada

Ibarat tertusuk jarum-jarum asmara

Akankah diriku sanggup melihat ia berdua

Nyanyian luka yang bersenandung di dada.


Padang, 01 Juli 2021



Persik & Zaitun

Oleh Bagus Randa Taufan


Patwa kala bulan merah nyala

Elegi yang tertunda oleh

Raksi buah rajuknya

Sehingga rebas pula daun-daunnya

Imbalan hidup bersama luka

Kata dari kata kepada raka yang membara


Zaman kian karam dan tenggelam

Alam kian tua dan renta badannya

Iktikad diri makin lama makin goyah ujudnya

Tabir bagai bebatuan terkikis ombak

Uzur sudah hikayat buana

Nasibnya sudah berakhir menjadi nama


Dalam Renungan, 1 Juli 2021



RAMBUTAN

Oleh: Zuraida


Rambut hitam lebat menambah keanggunan sepasang mata sayu 


Alih-alih menebar pesona, kau hanya berdiam diri di pojokan ruangan dengan cahaya remang-remang


Mata sayu itu memancarkan cahaya keindahan

 

Bukan kepalang aku terpesona 


Ujung rambut lebatmu bergelombang 


Tatapan syahdumu sulit aku lupakan 


Alunan musik mengikuti ritme detak jantungku 


Nona, sore itu engkau berhasil merebut hatiku


Banda Aceh, 1 Juli 2021

[Antologi Puisi] Hipokrit

 




Realita 


Pasang mata!

Putih tak selamanya putih

Mereka tak selamanya kawan

Dengar! Dengarkan baik baik


Hidup tenang dan tentram?

Jangan berpikir demikian

Hati-hati! Lihat kanan kirimu

Mereka sedang menunggu lelahmu


Lelahmu tak akan selamanya ada

Kesabaran akan berbuah indah

Jika sudah tiba saatnya

Lihatlah keajaiban dari Allah


Sekali lagi!

Putih tak selamanya bersih.

Merah tak selamanya indah

Begitulah bunyi pepatah.


Rasa t'lah berubah menjadi asa

Kalah tak hanya pulang

Pun menang tak selamanya kenang

Untuk seluruh atma yang hilang


Di balik sifat ramah tak selamanya merendah

Ingatlah!!

Di atas langit masih ada langit

Di bawah tanah masih ada tanah


Oleh:

Imelda Trisna Rahayu

Setrio Hardinata

Sintia Ernanda

Mifta

Alvia Duz Jannah 

Murlin Andaka



Putri Pagelaran


Senyum manis kala menyapa 

Di belakang memenggal kepala 

Topeng kasat terpasang sempurna 

Ah, rupanya kau pemeran yang paripurna


Bahasa tubuh adalah tipuan belaka

Kala topeng kuat mewajah

Tak terlihat bak skenario niskala

Diam-diam menjamu sandiwara


Kepiawaianmu melontar kata 

Laksana protagonis yang nyata 

Ibarat kepulan asap, tak bisa meredam

Puncaknya, kau berhasil menggores paling dalam


Senyum tawa pada dunia

Tanpa tahu rupa sebenarnya

Riasan wajah topeng belaka

Menutup goresan hitam yang terluka


Berjubah malaikat bertanduk iblis

Menjerat sukma bermulut manis

Sang perayu ulung menebar racun

Menikam sayap aroma belati


Kau pemegang pentas drama

Pada panggung yang penuh dusta

Berlaga benar nyatanya tidak

Sungguh hebat, kau juara dalam bermuka dua


Dan lagi-lagi aku jadi kambing hitam

Korban dari ketidakwarasanmu

Aku menyerah

Ternyata sandiwara mu memang paripurna


Bumi, 29 juni 2021


Oleh: 

1. Alfiya Yasmin

2. Zakiyatul Arifah

3. Nur syafiqah

3. Ramlan Chasani



Luka


Kau menjelma si putih tanpa dosa

Bertopeng malaikat berhati iblis

Menyayat hati hingga mati

Kau adalah pemeran utama dalam permainan ini


Kau senandungkan lagu-lagu suka

Tapi yang kau beri adalah duka

Bicara soal nurani, seakan kau yang paling mengerti

Padahal kau yang paling membenci


Rupanya kau teramat pandai

Pandai mempermainkan hati

Kau buat aku begitu menyayangi

Dan kau mengakhiri dengan melukaiku lagi


Sungguh kau menyakitiku

Lebih pedih dari sayatan pisau

Merusak segala tatanan hati

Apa yang sebenarnya kau mau?


Bayangkan saja, aku yang merawatmu dengan cinta

Dia yang kau balas dengan sayang

Bagaimana tidak aku sakit hati

Jika dirimu terus berdusta


Sudahlah, akhiri saja hubungan kita

Semua pagi, siang, dan malam kita

Adalah kesia-sian yang entah kenapa bisa hadir

Di hidupku untukmu


29 Juni 2021


Oleh: 

Septia Hermawati

Fauzan Cahyoko

Mardhiah Hayati