Selasa, 31 Agustus 2021

[Puisi] Pembohong Ulung | Sengaja | Arti Damai


Pembohong Ulung

Ananda Mella


gerimis di luar jendela terus mengusik

embusan angin ikut menelisik

sahut-sahutan petir dan guntur membuatnya semakin berisik

jeritan dalam palung tak henti-hentinya memaksaku meringkuk di pojok bilik


aku muak dengan semua pentas drama di dunia ini

semua ramai tertawa sana-sini

sementara aku dibuatnya tenggelam dalam peranku sendiri

seseorang yang dipaksa dewasa dengan keterlukaan hati


o, tuhan, inikah alasan kau ciptakan aku?

menjadi manusia lugu

yang tersenyum lebar meski hatinya haru biru

peran ini tidak adil bagiku


o, ayah dan ibu, seperti inikah didikanmu padaku?

aku selalu dipaksa kuat dan tak kalian izinkan aku menangis

iya, inilah aku sekarang

seseorang yang bertopeng tanpa topeng


o, semesta! jangan salahkan aku jika aku menjelma pembohong ulung

bukankah kau dan segala skenariomu yang membuatku begini?

aku benci keramaian, sebab aku selalu dalam ruang kesepian

aku benci senyuman, sebab aku selalu dibasahi dengan tangisan


apa kau tahu, berapa garis yang sudah kugoreskan di lengan kiriku?

apa kau tahu, seberapa banyak pil yang sudah melewati tenggorokanku?

kau tak pernah mau tahu, kau tak peduli, siapapun tak peduli

itulah mengapa, bagiku mati adalah jalan paling tenang, karena tak kan ada yang mencariku, apalagi menggangguku


Bogor, 21.08.20


Sengaja

Muhammad Fauzan Cahyoko


Kau sengajakan dirimu hanyut

Di tetes-tetes air mata

Sambil terus meracik suasana

Agar yang kau tunjukkan 

Laku dipuji orang


Kau sengajakan dirimu karam

Atas sayatan-sayatan pisau

Ngilu menjalar kepalang

Pedih mendidihkan mata

Sebab di sela-sela rongga hatimu

Ada harapan yang terlanjur busuk


Kau sengajakan dirimu tersakat

Di ruang maha sunyi

Perihal lukamu yang mengkarat

Tebak, siapa yang kau bohongi?


Yogyakarta, 20 Agustus 2021


Arti Damai

A. Firmansyah


Laron mengigau padaku

Tak lama datang seekor burung 

kecil ikut nimbrung

“Selama ini, apakah kau paham 

arti damai?” katanya. 

Hati memotong percakapan

Sedikit mengacungkan tangan

Ia pun menanggapi: diam. 


Voice note, 20 Agustus 2021

[Prosa] Maharddhika

https://m.tribunnews.com/amp/seleb/2021/08/17/chord-dan-lirik-lagu-bendera-cokelat-kunci-dari-c-merah-putih-teruslah-kau-berkibar

Tertanda pukul tujuh lewat lima, Kala itu aku susuri adimarga. Tercengang aku ternganga, atau mungkin sebuah rasa bangga. Ribuan kain tertancap menari kibaskan sayapnya. Nampak sang merah putih terajut dalam dada juga terselubung aroma darah disana. 

Ratusan hari, ribuan jam dan milyaran detik seakan menjadi saksi perjuangan pahlawan. Darah-darah mengalir di tanah Indonesia, kekejaman, penindasan menjadi motivasi untuk merdeka. Tersenyumlah, wahai Indonesia! Sang merah putih telah berkibar, senyuman manis akan melebar. 

Kini, kita telah menyaksikan pusaka kebanggaan Indonesia telah berkibar. Sang Merah Putih itu menari-nari dipelayaran langit, menebar berita kemenangan. Seakan bersorak "Merdeka telah menjadi milik kita". Kedamaian nan ketentraman telah menanti di gerbang kemenangan. Harap-harap, tak akan ada lagi kekejaman dan penindasan.

Berkat Bung karno dengan segala strategi pintarnya, bung tomo dengan semangatnya, pun dengan sultan syahrir yang penuh tekad kuatnya. Walaupun kini, dengungan sirine bersahutan dengan kibasan bendera, bukan berarti kita tidak memaknai hari merdeka. Hanya saja, kini dilakukan dengan cara yang berbeda. Terbalut kain dimuka, agar kita tetap terjaga.

Saat negeri dijamah pandemi. Tenaga kesehatan berperang, 

Muda-mudi tengah berjuang, pemerintah berusaha menghadang dengan tameng bersilang. Tapi, antusias kemerdekaan harus tetap mengerang. Masker dikekang, agar pandemi segera hilang. 

Beribu-ribu ucap syukur dan terima kasih kepada para pahlawan dan rakyat yang berjuang, tentunya atas campur tangan Tuhan. Yang perjuangannya dihujani dengan darah dan air mata. Yang harus rela gugur di medan peperangan. Hari ini, semua terbalas dengan kata Merdeka.


Ruang maya, 19 Agustus 2021


Anggota :

- Rina Mutiara

- Siti Zulfa Fauziah

- Andi Rusmana

Selasa, 17 Agustus 2021

[Antologi Puisi] Pulang




Rumah Berpulang

Oleh: Zuraida & Wahdania 


Gerimis membasahi setiap sudut halaman 

Ranting pohon kecoklatan bergoyang mengikuti irama angin 

Sejuk badan, hampa tatapan 

Meringkuh di balik selimut kumuh


Tatapan leu bertambah syahdu 

Memori kembali pada pertemuan di balik hujan 

Ku tilik dan mencoba memahami 

Apa yang telah terjadi 


Kau adalah rumah Kepulanganku 

kali ini tidak tertuju pada rindu 

Kepulangan ku kali ini hanya tertuju pada satu titik persinggahan rumah


Senyummu, sedihmu, gundah gulanamu itu adalah rumahku 

Aku suka semua yang ada pada rumahmu Kepulangan ku kali ini berbeda

Kepulangan ku kali ini hanya tertuju pada tatapan mu




Virtual, 10 Agustus 2021



Pulang

Oleh: Nurhalisa & Fahrul Zen



Lampu jalanan menyaksikan langkahku

Pohon trotoar menyaksikan arahku 

Aspal jalanan menyaksikan sedihku

Aku ke mana-mana


Sudah terlalu jauh aku pergi

Berkelana menjumpa banyak wajah

Berkenalan dengan banyak karakter

Namun, tak kutemui yang sepertimu


Sungguh, ada yang sempurna 

Namun, tak sama sepertimu

Sungguh, yang jauh lebih indah

Namun, tak sama sepertimu


Aku salah, 

Kupikir dengan pergi dapat lebih mudah melupakanmu

Nyatanya jauh darimu membuatku selalu ingin kembali


Andai bisa ku putar waktu

Aku ingin kembali menetap

Menjadikan mu rumah


Ruang chat, 10 Agustus 2021



Memori Usangku Tentang Rumah

Oleh: 

 1. Romi Novendra

 2. Eka

 3. Cia Li

 4. Abdul Rozaq

5. Ivo Oxxantara R.P 



Sudah lelah kaki melangkah

Banyak tempat telahku jadikan persinggahan

Enigma mulai menenggelamkanku dalam

Hingga sering diriku terlupa, lupa akan arti sebuah rumah


Bangunan itu memang tampak tua dalam ingatan

Bahkan gentengnya pun banyak tak utuh lagi

Tetapi, hangat kecerian itu tak pernah luntur dalam ingatan

Wangi kopi yang sering berterbangan di pagi hari


Bias yang sering malu-malu mengintip di jendela kamarku

Membuatku di paksa kembali ke dalam kenangan manis di rumah

Rumah yang sederhana, penuh kehangatan

Menyimpan berjuta nostalgia yang berwarna


Saat ku paksa kepala tua ini mengingat dia

Aku langsung terhempas kedalam kenyataan yang pahit

Dia yang begitu berharga kini telah pergi

Jiwanya damai bersandar di ujung langit, dan kekal abadi


Yang tersisa hanya beberapa memori usang

Kolase yang menyimpan sosok rumahku yang sebenarnya

Dia ibu dan juga negaraku tercinta 

Mungkin memang tubuh ini sudah tua di makan waktu



Labirin, 10 Agustus 2021

[Antologi Prosa] Harapan





Secangkir Teh dan Baris Aksara

Oleh:

1. Ivo Oxxantara R. P

2. Jefrin

3. Jose D. Correia

4. Alfiya: 

5. Noviyanti

6. Alwanir


Seteguk Teh Hangat jadi teman dipagi hari, hembusan angin jadi pelengkap dikala pikiran masih tak menentu. Kufikir jam telah memanggilku untuk kembali bersapa dengan rekan dan dosen "Ah sial, waktu terasa cepat" dalam hati bergumam. "Ayo kita lanjutkan kembali rutinitas membosankan ini".


Aku mulai berbisik di telingamu pelan "Hai mentari mulai memancarkan sinarnya" namun kau tetap diam, akupun berkata "Mulai menikmati manisnya teh di pagi hari."


Ku mulai beranjak memikirkan sebuah aksara yang rumpang. Menikmati secangkir teh mu yang membuat pikiranku jernih "Hmm, nikmatnya teh ini". Karenanya, pikiranku menjadi santai dan membuatku menemukan ide dalam otak. Aku bergegas menulis apa saja yang ada di kepala.


Baris demi baris katapun tercipta menjadi sebuah kalimat yang begitu rumit untuk di mengerti. "Apa ini sudah benar?". Dialogku sambil menyesap kembali secangkir teh dan menikmati rasa yang ia hadirkan di indra pengecapku. Sejenak ku langsung menemukan bait selanjutnya yang harus ku tuliskan.


Ku menulis di atas selembar kertas usang, berharap dia tak akan pernah hilang di makan waktu. "Semoga sesuai dengan ekspektasi." Gelakku menggema, Aku menuliskan kembali sepenggal kata demi kata dengan pena yang setia menemani. "Tak apa, kamu bisa!" ucapku menyemangati diri. Tak banyak kata yang bisa kuracik sebab aku imajinasi terperangkap dalam isi cangkir ini.


Di setiap sesap selalu terselip bayangmu "Apa aku tak apa mengkhayalkan hal yang belum pasti terjadi? Ah, pasti tak apa". Lalu penaku bergerak menumpah segala memori tentangmu. Biarku abadikan semangat juangku di sebuah memori usang ini. Dan berakhir dalam sebuah kemenangan aku tersenyum melihat hasilnya "Aku tak akan pernah lupa hangatnya secangkir teh dan juga uangnya isi pemikiranku saat mengerjakan tugas akhir ini. Rasanya manis semanis masa depanku kelak." 


Biarkan rasa isi dalam cangkir ini mewakili seluruh perasaan ku yang ada saat ini.


Ruang Aksara, 12 Agustus 2021


Pejuang Skripsi

Oleh Ahlul Aqdi


Insomniaku membusuk di sudut kamar. Layar laptop masih terbentang. Malam ke malam aku berlayar pada laut yang sepi tuan. Rasanya hari tak pernah siang dan kau, cintaku, yang amat kubenci. Kapan semua ini akan berakhir.


Malam ke malam berlalu seperti helaian kertas yang diterbang angin. Aku sudah di ujung, tetapi ujung yang sangat panjang. Pantai sudah terlihat, tapi laut seakan membelah dirinya, melebarkan jarakku pada daratan.


Awalnya aku melihat ada banyak kapal yang berlayar bersamaku. Namun di laut yang luas, kami berpencar. Sekali terdengar kabar, ada yang sudah sampai di daratan. Sekali juga ada yang hilang dan terbuang.


Malam ke malam aku berlayar sendirian. Memperbaiki segala hal yang kadang tak kumengerti. Rasanya hari tak pernah siang. Dan daratan kian terbenam.


Mahasiswa pejuang toga, begitu aku disapa. Dalam setiap bunyi _keyboard_-ku ada malam-malam yang kuacuhkan. Dalam setiap bunyi _printer_ ada doa yang kuterbangkan. Dan malam-malam aku berlayar, ada letih yang ingin kuhentikan.


Tapaktuan, 12 Agustus 2021


Derap Harap

Oleh: 

@⁨Ahmad Kaab⁩ 

@⁨Alvika PI⁩ 

@⁨Naily Ts⁩ 

@⁨Siti Solehah⁩ 

@Siti Azizah


Waktu terus berputar, berusaha untuk terus berjibaku dengan tugas akhir memanglah membuat kepala pusing tujuh keliling. Berpacu dengan waktu dan menyempatkan walau tak sempat. Tugas akhir adalah tugas yang harus dilakukan untuk ada sejarah dalam hidup yang diukir.


Buku-buku menumpuk di atas meja, mereka adalah temanku saat ini. Penampilan sudah tak dipikirkan lagi, terserah bagaimana pandangan orang tentang diriku yang semakin hari semakin tak bisa menjaga diri, yang terpenting saat ini adalah tugas akhirku selesai. Kepala terasa mau pecah karna terlalu penuh menampung ide-ide yang akan kutuangkan dalam secarik kertas. Kemudian kertas itu masih harus kususun dalam bentuk buku, entahlah rasanya aku sudah seperti profesor saja.


Terkadang pusing bisa berpuing-puing. Tetapi kalau mengingat bahwa tujuan akan segera tercapai, disitu semangat mulai tumbuh kembali. Meski terkadang beberapa hambatan seringkali menghampiri. Tugas akhir memang bukan akhir dari segala tugas, melainkan permulaan dari tugas-tugas selanjutnya.


Pejuang toga

Kala diri ini mulai patah

Waktu kian berputar tanpa henti

Percikan ujian mulai menyapa dalam atma


Tubuh mulai lelah. Namun, ia yang kudamba 'kan kucapai dengan segera. Berharap citta 'kan segera terlaksana. Tak lupa pula, ikhtiar ini kuiringi dengan do'a. Walau kutahu, juang ini bukan akhir dari segalanya. Rintang panjang masih harus kuterjang. Menuju kehidupan nyata yang menanti disana. Selaksa juang yang menunggu tuk kita selami. Ialah kehidupan yang haqiqi.


Samudera Asa, 12 Agustus 2021

[Antologi Puisi] Tentang Jurusan



Tentang Jurusan

Oleh Ramlan Chasani


Aku tidak tahu sebenarnya yang aku ambil itu hukum atau hukuman. 


Aku juga kadang bingung antara tugas atau tumpukan persoalan untuk poin-poin nilai


Kadang membeli modul saja bisa menghasilkan nilai tanpa perlu mendalami ilmu itu sendiri


Sesekali bahkan sering kali kawanku menjokikan tumpukan tugasnya dengan pundi-pundi rupiah


Mungkin karena hal itu ada perbedaan yang jelas antara kenyataan dengan buku-buku tebal ini


Mungkin karena itu hukum timpang pada yang miskin 


Mungkin karena kebiasaan itu 


Aku lihat pengadilan tak lagi sama dengan hukum yang tertulis


Dari seorang yang salah jurusan, Di Lautan penipuan.


13 Agustus 2021


Difusi

Oleh Rina mutiara


Dalam tataran yang kian tinggi

Syarafku terinfeksi virus alami

Menyalin puisi dalam kode DNA sel bakteri

Seakan menarik untuk dikaji dan didalami


Rumit, tapi analgesik

Yang kata orang game lebih asik

Tidak denganku, malah mensintesa senyawa anorganik

Seakan menjadi substrat bermakna yang semakin cantik


Ikatan kovalen, 

Warna-warni pigmen, 

Aliran cinta gen, 

Ah pokoknya Keren! 


Entah kenapa aku bersimbiosis dengannya

Padahal grafik organ-organ tubuh menjejal 

Yang jelas cerembrumku senang diajak bekerja sama

Tanpa meninggikan trombosit dan membual


Yang pasti, 

Berharap diri selalu berkolerasi

Selalu baik berinteraksi

Gapai cita-cita dengan persistensi


Bekasi, 13 Agustus 2021


Siklus Akuntansi

Oleh Siti Azizah


Seolah 'ku berjalan di garis keseimbangan

Debit dan kredit jadi patokan

Pada setiap tikungan penjualan

Pun tak jarang berkeloknya pengeluaran


Kujaga ia dalam siklus yang tak pernah putus

Teliti berikhtisar dalam format kertas kerja

Nol yang tak berguna, bagiku amat berharga

Tanda dan koma bukan pula hal sederhana


Deret angka dalam tabel berusaha merumus masa depan

Meramu setiap kisah berdasar bukti nyata

Merekam setiap peristiwa tuk sebuah keputusan

Hingga terbentuk yang diperjuangkan dalam sebuah laporan


Ruang Angka, 13 Agustus 2021

Rabu, 11 Agustus 2021

[Antologi Puisi] Tuhan, Jagakan Dia Untukku



Tentang Kita, Tuhan dan Kepergian 

Oleh Andi Rusmana 


Semilir senja masih seperti biasa

turutkan patah harapan pada ujung dinginnya

engkau yang pernah kusemogakan dalam doa

kini tinggal puing-puing repih sebuah luka


Detik seakan berkata 

Sudah waktunya pulang 

Alam seakan ikut menduga 

Tiba saatnya untuk hilang 


Musim berganti musim, terus berputar

Serupa jantung yang selalu mendebar

Sedang penantian menunggu kian tak sabar

Menyaksikan wajah rindu memudar


Kita adalah jarak, sekarang 

Ada, tapi berjauhan 

Kita adalah pelangi dan hujan 

Bertemu, lalu meninggalkan


Ku titipkan, dia pada tuhan 

Agar ikhlas bisa tertunaikan 

Ku memohon pada tuhan 

untuk selalu hadir kan senyuman 


Tuhan menjagamu dan aku merelakan mu 

Tuhan melindungimu lalu, aku mendo'a kanmu

Karna ini adalah tentang kita 

Tuhan, dan 

Sebuah kepergian 



Patahan hujan, 

Cianjur, 06 Agustus 2021



Bisikan Atma yang Tertuju Padanya

Oleh Hernatiyah



Rinai hujan membasahi dahan

Malam syahdu yang aku sebut penantian

Rindu kian meradang inginkan temu

Namun na'as ada tembok menjulang sampai aku tak bisa menembusmu


Tuhan, jika benar dia adalah yang kau pastikan 

Jagakan dia untukku di hujung penantian

Memberi jeda agar kita dapat bersua

Tuhan tahu yang terbaik bagi hambanya


Tuhan, jagakan dia untukku

Tetapkan yakinnya padaku

Tunaikan janjinya agar aku tak lagi ragu

Pastikan janjinya tak akan lagi mengingkariku


Tuhan, selaraskan atmaku

Agar aku tak lagi ragu

Pada jiwa yang Kau pilih untukku

Semoga ini tak akan membuatku jatuh, karena akan aku serahkan pada-Mu.


Serang, 06 Agustus 2021


Kutitipkan Engkau pada Tuhan

Oleh Diantiwikke


pagi ini, aku kembali berjumpa

rumah bercat merah

tampak pria duduk teringa-inga

ditemani dua ekor kuda


terlihat jelas guratan derita

menerbitkan pucat pasi dalam durja

ingin sekali kakiku melangkah

duduk dan memeluknya


tetapi aku tidak bisa

meniti pagar pembatas di antara kita

aku sudah ada yang punya

dan dia masih tertumus duka


aku tidak lagi bisa menjaga

dia yang pernah aku cinta

aku hanya bisa menitipkannya 

kepada Sang pencipta, atas semua situasi dan kondisinya


Ruang lepas, 06 Agustus 2021

[Antologi Puisi] Elegi Cinta, Semburat Arunika, Rinai Embun



Elegi Cinta

Oleh Kelompok D


Sarayu berbisik syahdu

Melodi usang mengalun merdu

Memutar kenang masa lalu

Pada rintih bait-bait pilu


Ini tentang waktu

Yang menuntut berlalu

Ini bukan tentang jarak

Yang bisa dilabrak


Rindu yang belum tuntas

Membuat hatiku mengeras

Meski hatimu terlihat selembut kapas

Justru membuatku jatuh terhempas


Sungguh, Seakan jamanika kembali terbuka

Lorong hitam kembali terlihat aksa

Hendak kubantah tapi itu adanya

Walau terkadang pedih menyapa 


Menggores kenangan kelam

Membuat impianku padam

Senyummu yang masam

Membuatku semakin dendam


Ah, sudahlah kita tutup saja

Elegi itu tenggelamkan dalam pusara

Saatnya menutup jendela luka

Di balik tabir ruang dada menuntaskannya


Ruang maya, 3 Agustus 2021


Oleh:

@⁨zizahazzahra_⁩ 

@⁨Alfina Yulianti⁩ 

@⁨Abdil Arif⁩ 




Semburat Arunika

Oleh Kelompok A


Arunika mengintip malu-malu

Menyentuh lembut daksa 

Melewatkan haru pilu

Membawa serta bingkisan harsa


Titik-titik air mulai mengudara

Menawarkan secangkir penuh aroma karsa

Kuangguk, hirup lalu teguk

Hangatnya menjalari sekujur tubuh


Aku ingin menjadi hangatmu

Yang menemani mendungku

Dalam setiap harsa yang terpatri akan senyummu

Bisakah kau menjadikan diriku arunika dalam hidupmu?


Anila berhembus syahdu

Melirik liar tiap kata

Merayu pintu

Memetik tangkai bunga


Di balik beningnya kaca jendela

'Ku masih meramu doa 

Entah ujungnya bagaimana

Tetap kulangitkan tentang kita


Entahlah!

Syairku atau wajahmu yang melintasi jendela

Sebab cinta selalu punya cara

Mempertemukan kita yang berbeda


Ruang Kaca, 03 Agustus 2021

Oleh: 

- Siti Hajar

- Rizka munira

- M. Hilmi Hidayat

- Nadia Attari

- Yogi Syahputra


Rinai Embun

Oleh Kelompok C


Aku merasakan sejuknya rinai embun yang menerpa pagi

Ayam dan burung menyuarakan keindahannya

Mentari mulai menampakkan wajahnya

Dari balik jendela kamar yang usang itu aku menghamparkan pandangan


Terlihat sebuah semburat cahaya

Terang, hampir menyilaukan pandanganku

Kututup kembali tirai jendela kamar

"Ah sial!, rupanya kamu yang menjelma dari masa lalu"


Aku Bergegas mengambil pena andalanku

Menulis banyak keresahan

Tentangmu yang dahulu datang untuk pulang

Dan pergimu untuk menyisakan sakit berkepanjangan


Aku masih tetap menulis

Menuai cerita lama yang masih kuat dalam ingatan

Langkahku masih saja salah, ingin melupakan namun semakin kuat dalam ingatan

Hati yang rapuh, sandaranku butuh bahu jendela baru


Aku rindu kamu

Yang kini menjelma dinginnya embun

Menyirami dedaunan

Menyuburkan kenangan


Bagaimanakah aku menuankan rindu yang dulu sempat mendekat?

Langkahku yang lunglai sedangkan larimu begitu cepat

Kurangku tak terisi lagi dengan lebihmu 

Syukurku adalah kamu pernah memilih singgah meski tak betah


03 Agustus 2021

Oleh: 

  1. Rahmat
  2. Aziz
  3. Ananda 
  4. Muhamad Zaenudin
  5. Nur Syafiqah