Di pelupuk mata selalu terkantung banjiran air mata. Duniaku gelap ketika kudapati hati kian teriris. Aku yang memilih pergi, maka aku juga yang harus siap dengan segala tusukan duri.
Tiga tahun yang lalu tepatnya. Ketika aku sudah lulus SMA, aku memilih kuliah di perantauan. Meninggalkan keluarga dan pastinya Rian, lelakiku. Dia memang tidak menginginkan berakhirnya hubungan karena jarak memisahkan, tapi aku yang bersikukuh untuk mengakhiri.
Sudah lama sekali aku memang tak berkomunikasi dengannya, hanya sesekali melihat perkembangannya di sosial media. Rian sudah banyak berubah, perlahan semakin mempesona.
"Besok jadi 'kan ke undangan? Awas kalo telat ya, Sani. Buktiin kalau kamu udah move on." ujar salah satu temanku.
Sebenarnya tak masalah bagiku untuk datang ke acara pernikahan, hanya saja ini bukan sembarang pernikahan. Ada masa laluku di sana, sosok yang ingin kulupakan tapi ternyata masih erat di ingatan.
Keesokan harinya. Aku tunjukkan pada semua teman-temanku bahwa aku sudah tidak apa-apa. Aku bergabung dengan rombongan mereka. Menyalami Rian pastinya di acara, tak lupa kuucap selamat kepadanya dan pada istrinya.
Bagiku, masa lalu tak perlu kita musuhi, jadikan pelajaran untuk ke depannya. Karena masa lalu tidak bisa diubah, apalagi dilupakan.
Ternyata memang tidak ada salahnya datang ke pernikahan mantan. Selain uji nyali juga mengetes masih ada nggak sisa-sisa perasaan. Dan aku lega, akhirnya kata-kata baik bisa aku beri untuk Rian. Dengan begini kan aku tidak perlu berharap lagi, tinggal sekarang aku yang harus mencari pasangan hidupku.
Ruang Diskusi, 01 Maret 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar