Jumat, 06 Maret 2020

Cerpen | The Love Story In a Flood


Jakarta, Selasa 25 Februari 00:00 WIB
 gemericik syahdu mengetuk jendela kamar Amanda dini hari, matanya coba terpejam namun tak juga mau terlelap. Sudah dari jam sepuluh dia coba mengatupkan mata, berguling-guling di kasurnya yang lembut, namun fikirannya tetap saja tak bosan mengganggu, "Ayolah, besok aku masih harus sekolah" bisiknya resah. Namun semakin malam fikirannya justru makin gundah. Dia mengaku salah, selama ini hanya bisa menyimpan rasa dan perasaannya dalam hati saja, tapi masa Akmal gak faham? Waktu semakin berlalu, namun tetap saja matanta tak juga mengatup. Kejadian tadi siang benar-benar membuat hatinya gusar, dia cemburu. Namun, hanya bisa memendamnya dalam hati.

Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB.Terdengar ketukan pintu di luar kamar. Amanda terjaga dari lamunannya.
"Manda, ayo keluar nak. Rumah kita kebanjiran", suara ibunya terdengar panik.
Amanda keluar, betapa kagetnya dia. Air telah tinggi semata kaki. Menggenangi karpet rumah, kursi melayang, dan perabotan rumah lainnya. Tetangga berhamburan, menyelamatkan barang apa saja yang bisa diselamatkan. Banjir memang sedang akrab-akrabnya di ibu kota.

Tepat pukul 02:00 dini hari, semua warga berlomba-lomba bergegas menyelamatkan diri dan barang-barang berharga. Semua tampak kebingungan mengingat tidak ada perahu karet, mobil pun mogok akibat air yang terus naik. Keadaan semakin riuh ditambah ada salah satu warga yang jatuh tak sadarkan diri, sementara itu orang tua Amanda meminta bantuan Bara untuk menyelamatkan anaknya. Tetapi justru Bara membawa Amanda pergi entah kemana.
"Hey mau dibawa kemana anak saya!" teriak Ibu Manda yang melihat Bara menutun Amanda secara paksa dan sedikit cepat.

Bara menggandeng Amanda dengan kuatnya, ia tak ingin Amanda lepas dari genggamnnya. Suara ribut warga menyelamatkan harta benda tak dihiraukan. Dan tak terasa, kini mereka sudah sampai di gedung tinggi ibu kota.
"Amanda", Bara mengawali pembicaraan.
"Sebelum kau berkata, aku ingin menanyakan suatu hal mengapa kau bawa aku kesini?", Amanda menatap Bara dengan seksama.
"Kau tau, sudah  lama aku menyukaimu. Namun aku selalu takut untuk mengungkapkan. Aku janji, aku akan selalu menjagamu sampai kapanpun"
Dalam hati Amanda bergumam, "Benarkah Bara menyukaiku?". Andai kamu tau Bara, hatiku hanya ada Akmal. Aku mencintainya dan berharap ia memiliki rasa yang sama untukku. Amandapun diam.

Amanda dalam keadaan bingung, dia tidak menyangka Bara yang selama ini dilihatnya sedingin salju. Kini mengemis cinta di hadapannya. Sementara dalam hatinya telah terpatri nama Akmal.  Jika dia menerima cinra  Bara. Maka tidak mungkin baginya membuka hati secepat itu.  Sungguh saat-saat menegangkan dalam kehidupannya. Dia diihadapkan oleh kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya. Akankah dia memilih Bara yang telah mengutarakan perasaan padanya. Atau tetap menunggu Akmal yang belum tentu menaruh rasa padanya.

***

Akibat banjir yang tidak kunjung surut, listrik menjadi padam.  Orang-orang terlihat murung, tidak ada yang bisa dilakukan mereka, kecuali berpasrah kepada Tuhan. Bagi mereka banjir adalah kawan akrab ketika musim penghujan di ibu kota. Tidak heran apa bila mereka merasakan ini setiap tahunnya.
Tepat pukul 05.15 WIB lampu menyala. Perasaan orang-orang legah. Namun, tiba-tiba segerombolan orang lewat menggotong keranda. Ternyata, banjir menewaskan satu tetangga Amanda. Dia berdoa lirih, perasaan takut menghantui dirinya. Amanda melihat sekelilingnya, dia tidak melihat orangtuanya.
"Di mana  bapak ibu?", tanya Amanda dalam hatinya.
Amanda mencoba mencari namun nihil. Perasaannya semakin tidak karuan. Dia bingung dan ketakutan. Sementara, terdengar suara ibu minta tolong. Bara mencari sumber suara tersebut, ternyata ada sepasang ibu dan anak yang terjebak banjir. Bara melompat, menyelamatkan keduanya. Amanda semakin panik, lalu ia terpeleset.
"Aaaaaaaaaawwwwww", Amanda menjerit
Bara melihat ke arah Amanda. Dia kebingungan, mana yang harus lebih dulu ditolong. Amanda atau Ibu dan anak yang ada di depannya.

Semuanya gelap, wangi air memenuhi hidung Amanda, dia coba mengatur nafas, menggerakkan tubuh sebisa mungkin, tapi justru seutas kabel melilit kakinya, sejenak dia pasrah, mungkin perasaan tinggal perasaan, mungkin pertanyaan tinggallah sebuah pertanyaan. Lalu sesosok bayangan tiba-tiba bergerak cepat menghampirinya, selanjutnya dia tidak tahu ada apa lagi, dia sudah tak sadar diri. "Amanda, bangun Amanda! Ayo!" Cahaya fajar mengecup pipinya lembut, semburat matahari menyapa matanya, dihadapannya kini cahaya fajar memantul lewat wajah seseorang yang selama ini dia genggam erat dalam hatinya : Akmal. Benarkah ini Akmal? Ataukah ini hanya sebuah halusinasi? Ataukah benar kata orang bahwa rindu selalu mampu memiliki cara untuk memanggil yang dirindukan? "Plis Amanda, ayolah bangun, kamu harus tahu isi hati ini yang sebenarnya!" Amanda pun terperanjat.

Setelah Amanda tersadar, Akmal membawanya pulang. Terlihat Bara lebih dulu tiba di rumah Amanda. Rupanya sepasang ibu dan anak yang diselamatkan Bara adalah keluarga dari ayah Amanda. Semua berkumpul di ruang tamu. Ada Amanda, Akmal, dan Bara. Ditemani coklat hangat, dan suasana semakin menghangat. Amanda semakin dilema. Apakah dia akan tetap mempertahankan perasaannya kepada Akmal? Atau dia akan memulai membuka hati untuk Bara? Sungguh keduanya membuat Amanda beperang sendiri dengan hatinya. Akmal yang dia cintai atau Bara yang selalu ada untuknya. Amanda diam, dia tidak bisa memutuskan pada siapa akhirnya memilih melabuhkan cintanya.
"Man", sapa Bara memecahkan keheningan
"Aaa iya", Amanda gelagapan
"Nanti Bar, aku masih butuh waktu". Sambung Amanda
Sementara Akmal kebingungan, bertanya pada dirinya sendiri apa yang terjadi antara Amanda dengan Bara. Akmal mengernyitkan dahi. Tiba-tiba hatinya panas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar