Minggu, 22 Maret 2020

Cerpen PoV 3_Yuni Cahyaningsih


Tap tap tap
Hentakan sepatunya terdengar nyaring karena gadis itu tengah berlari. Senyumnya mekar seperti bunga yang mewarnai musim panas Tokyo saat ini. Nyanyian ribut serangga dan suara lonceng angin mengiringinya dalam perjalanan menuju rumah, gadis itu benar-benar tidak sabar. Berlari cepat namun tetap hati-hati, hari ini akhirnya datang juga, dia tak boleh mengacaukannya. Langkahnya melambat saat gadis itu melihat seorang gadis seumuran dengannya, melambaikan tangan tanpa suara. 
Keiko kembali mempercepat langkahnya, membuka gerbang rumah sembari berseru keras kepada sosok gadis yang masih setia berdiri melambaikan tangan dengan ceria dari seberang rumahnya, "Aya, akhirnya aku punya teman!" Keiko memberi jeda sekedar untuk mengambil napas dan tersenyum lebar. "Mereka akan kemari sebentar lagi. Ah, kita mengobrol nanti saja, oke?" Terlihat sosok gadis itu tersenyum ke arahnya sambil mengangguk semangat. Ah, sepertinya dia mengerti, pikir Keiko.
Suasana ruang tamu begitu ramai, terlihat sekali jika Keiko bahagia. Setelah berbulan-bulan beradaptasi, gadis berambut pirang itu akhirnya memiliki teman, mereka bahkan mau berkunjung ke rumahnya. Rambut pirang dan manik birunya adalah sumber masalah, ciri fisiknya yang berbeda dengan warga Jepang kebanyakan membuatnya sulit mendapatkan teman, mereka selalu memandangnya--aneh? Setidaknya, begitulah menurutnya. 
Mengedarkan pandangan ke arah gadis-gadis yang tengah sibuk dengan cat kuku dan majalah fashion terbaru, akhirnya Keiko merasa menjadi remaja yang normal. Punya banyak teman yang bisa diajak bergosip,  membicarakan lelaki tampan juga idola yang tengah digandrungi, model baju terbaru, ataupun guru-guru yang merepotkan di sekolah. Mungkin Keiko juga akan mengajak teman-temannya pergi ke pantai saat liburan musim panas nanti, pesta barbekyu juga terdengar menyenangkan. Ah, masa remaja yang indah.
Suara pintu yang terus diketuk tanpa jeda membuat kelima gadis yang sedang bercengkrama itu mengalihkan atensinya secara bersamaan. Memutar kenop pintu, Keiko menarik lengan si tamu dan membawanya ke ruang tengah. "Teman-teman, perkenalkan, dia Nakamoto Aya. Sahabatku." Teman-teman Keiko berpandangan satu sama lain hingga satu orang gadis berdeham seraya berkata, "Hai, Aya. Aku Hana." Gadis itu menunjuk ketiga gadis lain yang masih duduk dengan nyaman di atas karpet bulu tebal, "Ini Mitsuki, Usagi, dan Yoko." Aya menatap keempat gadis itu satu persatu lalu beralih menatap Keiko yang berdiri di sampingnya. Menggerakkan tangannya untuk memberi isyarat pada Aya, "Teman-temanku. Di sekolah." Aya hanya membulatkan mulutnya lalu mengangguk perlahan.
Aya menggerakkan tangannya, sesekali mulutnya menggumamkan satu persatu suku kata yang tak dimengerti oleh keempat gadis lainnya. 'Apa mereka baik?' Keiko mengangguk semangat menanggapinya, "Tentu saja!" Melirik pada kotak makan siang yang dibawa sahabatnya, keiko tidak tahan untuk bertanya, “Apa itu?”tanyanya sambil menunjuk kotak berwarna merah jambu itu. 
‘Pudding’
Mata Aya terlihat berbinar saat Keiko membuka kotak bekal tersebut. Salah besar jika selama ini orang-orang selalu menganggapnya bodoh dan tak berguna. Buktinya dia bisa membuat pudding yang lezat untuk sahabat pirangnya, meski dengan bantuan ibunya di rumah. Hari ini Aya menangis meraung-raung meminta guru privatnya untuk pulang cepat agar bisa membuat pudding untuk si cerewet yang sangat ia sayangi. Satu-satunya orang yang mengulurkan tangan saat seluruh dunia seolah tak peduli dan berbalik memunggunginya. Satu-satunya orang yang merangkulnya dengan kata sahabat.
“Hanya satu? Teman-temanku ada banyak. Aku akan membaginya dengan mereka, boleh kan?” ucapan Keiko terlalu cepat, Aya hanya mengerjap polos sebagai tanggapan, dia juga tidak bias membaca gerak bibir si pirang jika sudah begini. Keiko tersenyum semakin lebar, “Aku anggap kau setuju, terimakasih”
Menyodorkan pudding tersebut kepada keempat gadis yang sejak tadi hanya terdiam sejak kedatangan Aya, “Cobalah, teman-teman.” Keempat gadis tersebut saling menatap selama beberapa saat. “A-aku sedang diet” jawab Hana. Dahi Keiko mengernyit, netra birunya memandang berbagai bungkus keripik dan kue kering di atas meja juga beberapa kaleng soda yang sudah kosong di atas meja. “Diet? Tapi tadi kalian—“
“Aku pulang dulu, Keiko. Ibu memintaku pulang cepat.” Yoko memotong ucapan gadis cantik tersebut. “A-aku juga.” Mitsuki menimpali ucapan Yoko yang juga diangguki oleh dua gadis yang lain. Keiko hanya membuka-tutup mulutnya seperti ikan koi. Kenapa keempat gadis itu bias tiba-tiba kompak untuk pulang? Gadis itu mencebikkan bibir memandangi punggung gadis-gadis yang kini bersiap merapikan barang bawaan mereka, berpamitan, lalu perlahan mengilang dari pandangannya. Dia ditinggalkan. Lagi.
Keiko menatap meja di hadapannya dengan nyalang. Ingin sekali rasanya membalik meja itu untuk melampiaskan amarah, tapi sayang terlalu berat. Dia tak ingin menjadi bahan lelucon karena tak kuat membanting meja yang terbuat dari marmer itu. Tepukan pada bahu Keiko menyadarkannya dari lamunan, mendongak menatap gadis dengan rambut ikal yang dikuncir kuda yang menggerakkan mulutnya tanpa suara.
‘Kenapa?’
Gadis bersurai pirang itu menghela napas berat, memberi isyarat dengan tangannya, “Mereka meninggalkanku”
Aya menatap gadis di depannya itu tak mengerti.
‘Kenapa?’
“Mungkin karena aku berbeda.” jawab Keiko, masih dengan isyarat tangan.
‘Kenapa?’
Keiko berdecak sebal, ”Mana aku tahu! Yang jelas mereka selalu saja meninggalkanku!” detik berikutnya Keiko menyesal. Gadis pirang itu tak bermaksud meninggikan suaranya kepada Aya. Keiko berniat menarik tangan Aya yang menutupi kedua telinganya sebelum gadis itu menepisnya kasar.
‘Jahat’
Keiko terkesiap. Nakamoto Aya, sahabatnya itu mungkin sedikit berbeda dengan remaja lainnya. Tapi Keiko bersumpah, demi apaun dia tak pernah memiliki niatan untuk menyakiti gadis itu. 
“Maaf.” Gumam Keiko. Aya hanya menatapnya, tak menanggapi apapun.
Menangkupkan kedua tangannya, “Maafkan aku, Aya”
Dapat dilihatnya jika Aya masih menatapnya. Tak lama, senyuman yang sangat manis terbit mengiasi wajah cantik sahabatnya yang mau tak mau membuat Keiko juga tersenyum. Berdiri dengan cepat dan meregangkan tubuh, Keiko memandang Aya dengan antusias, menarik pergelangan sahabatnya itu.
Aya menghentikan langkah tiba-tiba, membuat si pirang berisik itu menoleh.
“Ayo pergi! Festival Musim Panas di taman kota sudah menunggu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar